Senin, 18 Desember 2017

Membunuh Mental Tak Sehat dalam Bekerja



Rutinitas sehari-hari di tempat kerja seringkali membuat kita melupakan bagaimana cara merawat mental sehat. Padahal ini penting dilakukan agar dapat berpikir cepat dan tepat dalam mengambil keputusan-keputusan penting. Dilansir dari Jobstreet Indonesia, setidaknya ada tujuh kebiasaan yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan kekuatan otak Anda.


Terima Tantangan
Semakin sesuatu itu menakutkan Anda, semakin banyak alasan bahwa Anda harus mencoba hal tersebut. Hanya dengan mengkonfrontasikan ketakutan kita, maka kita akan menyadari bahwa kita  lebih daripada mampu untuk keluar dari zona nyaman kita.

Mungkin Anda takut untuk memberikan presentasi di tempat kerja karena belum terbiasa. Atau mungkin Anda menghindari untuk mengemukakan pendapat ketika rapat tim karena merasa tidak percaya diri. Apa pun ketakutan Anda, ingatlah bahwa itu semua hanyalah masalah latihan. Beri waktu bagi Anda untuk semakin baik dalam hal tersebut.
           

Hindari Pikiran Negatif
Setiap kali Anda merasa mempunyai pikiran akan ke arah negatif, ingatlah bahwa pikiran Anda mengubah kenyataan Anda berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut. Jika Anda berpikiran akan gugup ketika menyampaikan presentasi di hadapan bos Anda, maka ada kemungkinan hal itu yang akan terjadi.

Sebaliknya, jika Anda membayangkan diri Anda berbicara dengan penuh percaya diri dan lantang, Anda akan merasa lebih tenang dan lebih santai. Pikiran-pikiran Anda berpengaruh langsung terhadap emosi dan kesadaran Anda, jadi sadarilah hal tersebut. 


Berlatih untuk bersyukur
Ada kemungkinan bahwa Anda belum pernah hidup dalam kemiskinan dan kelaparan. Kita cenderung mengabaikan kenyataan bahwa kita mempunyai kehidupan yang cukup beruntung.

Penting untuk bersyukur atas apa yang kita miliki daripada berobsesi untuk sesuatu yang tidak kita miliki, dan menyadari bahwa semua itu tergantung pada diri kita sendiri untuk mengubahnya. Tidak ada kehidupan yang sempurna. Lebih baik mengusahakan yang terbaik dari apa yang kita miliki dan menikmati perjalanan hidup kita, daripada terlalu sering mencela dan tidak puas. Hidup itu terlalu singkat untuk disesali.


Tetap tenang
Hal yang alamiah apabila menjadi panik ketika sesuatu yang buruk terjadi. Yang terpenting untuk dilakukan adalah berhenti sejenak dan bertanya pada diri Anda sendiri: “Kemungkinan terburuk apa yang akan terjadi?”. Petunjuk: Bukan akhir dunia.

Mungkin Anda membuat kesalahan terhadap pesanan klien yang menyebabkan perusahaan kehilanganpendapatan mereka. Tidak apa-apa. Akui kesalahan Anda dan tawarkan sebuah solusi atau beberapa bentuk kompensasi untuk memperbaiki masalah tersebut. Klien dan bos Anda akan menghargai kejujuran Anda dan inisiatif pemecahan masalah yang cepat. 


Bernafas
Mungkin ini menyatakan sesuatu yang sudah pasti Anda lakukan, akan tetapi bernafas yang dalam merupakan teknik terpercaya untuk menenangkan saraf yang sudah terbukti. Hal ini mengejutkan bagaimana sebagian besar dari kita tidak melakukannya secara sadar. Ketika kita sedang dalam situasi yang menimbulkan stres, dan emosi menguasai kita, mengambil sedikit nafas dalam akan menurunkan tekanan darah kita dan meningkatkan suplai oksigen ke otak kita.


Olah raga teratur
Berolahraga secara teratur tidak hanya bagus untuk kesehatan Anda akan tetapi bermanfaat juga untuk kesehatan mental Anda. Ketika kita berolahraga, tubuh kita mengeluarkan unsur kimiawi “ bahagia”  yang disebut endorfin, yang menghasilkan euforia dan perasan bahagia pada umumnya. Itulah mengapa olahraga teratur biasanya diresepkan untuk mereka yang mengalami depresi dan kecemasan.   


Bayangkan tujuan Anda
Mungkin Anda ingin promosi, atau pekerjaan yang berbeda, atau perubahan gaya hidup yang besar. Apa pun itu, cobalah untuk membayangkannya secara detail. 

Kita semua mampu untuk mencapai lebih, jika kita meletakkan pikiran kita untuk itu. Pikiran manusia itu sangatlah kuat, jika kita belajar untuk memanfaatkannya. Mulailah untuk memupuk kebiasaan-kebiasaan tersebut.

Kamis, 23 November 2017

Generali Edukasi 900 Anak Lewat Story Telling

Suasana Story Telling Day 2017 di Tanah Merah, Jakarta Utara


PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia, bagian dari Generali Group, menjalankan program tanggung jawab sosialnya melalui program pembangunan masyarakat Tanah Merah, Jakarta Utara. Mengusung value #LiveTheCommunity, Generali Indonesia yang bekerja sama dengan HOPE selama lima tahun, terus menegaskan komitmennya untuk selalu memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Pada tahun keempat, Generali dan HOPE kembali menggelar Story Telling Day yang berfokus pada pembangunan karakter dan pengenalan pemahaman keuangan sejak dini.  Story Telling Day 2017 melibatkan lebih dari 50 karyawan Generali yang berbagi cerita kepada anak-anak mengenai pentingnya disiplin dalam kehidupan sehari-hari, termasuk disiplin menabung.

Story Telling Day tahun ini diadakan di tiga kota, yakni Tanah Merah (Jakarta Utara) dan Medan pada tanggal 18 November 2017 serta Surabaya pada 25 November 2017. Kegiatan tersebut diikuti 900 anak dengan melibatkan tiga komunitas. Di tahun-tahun sebelumnya, Generali telah melakukan perbaikan balai pertemuan warga dan bantuan alat medis di Tanah Merah, Jakarta Utara.



“Melalui Story Telling Day ini, Generali ingin membawa inspirasi positif yang dapat memberikan pengalaman, pemahaman dan harapan baru bagi anak-anak, karena kami percaya dunia anak-anak adalah masa emas untuk menstimulasi otak dan meningkatkan kecerdasan emosi. Acara ini adalah agenda tahunan rutin yang diadakan tiap tahun untuk mengajarkan nilai-nilai positif sekaligus pengenalan pengelolaan keuangan sejak dini pada anak-anak dengan cara yang menyenangkan," ujar Vivin Arbianti selaku Chief Marketing & Product Management PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia melalui siaran pers yang diterima penulis. 

Generali percaya kegiatan yang mendukung komunitas memiliki kekuatan besar untuk mengubah hidup masyarakat. Generali juga berfokus pada integrasi sosial serta mendukung kegiatan-kegiatan edukasi keuangan dan memberikan kesadaran serta kesempatan-kesemparan baru untuk generasi mendatang.

Tidak hanya itu, Generali secara konsisten mendukung kegiatan pengenalan keuangan untuk membantu masyarakat mempelajari hal-hal penting untuk masa depan mereka. Program Story Telling Day ini juga merupakan perwujudan dari visi Generali yakni secara aktif melindungi dan meningkatkan kualitas hidup manusia.

Minggu, 06 Agustus 2017

Edisi Perdana "Bayang yang Membias"

Alhamdulillah, buku perdana saya telah soft launching via penerbit nulisbuku.com. Buku ini berjudul "Bayang yang Membias: Keterlibatan Dalang dalam Propaganda Pembangunan di Kota Semarang, 1986-1998". Buku ini akan mengupas habis kehidupan seniman khususnya dalang wayang kulit pada masa kepemimpinan Soeharto. Termasuk, bagaimana propaganda itu dilakukan dalam pagelaran wayang kulit. 

Buku ini bisa Anda dapat seharga Rp 60.000,- + pembatas buku (belum termasuk ongkos kirim), dengan tebal 188 halaman. Untuk order, bisa melalui website nulisbuku.com, masuk ke kategori Sejarah. Selamat membaca!



Senin, 26 Juni 2017

Memaknai Ketupat dan Lepet


Ketupat dan lepet. Masyarakat Jawa Tengah pasti tak asing dengan dua menu khas Lebaran yang terbuat dari janur ini.

Tak sekadar mengenyangkan, baik ketupat maupun lepet sama-sama memiliki nilai filosofi yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Penyebar agama Islam di Tanah Jawa itu juga memperkenalkan tradisi dua kali lebaran yakni bakda lebaran yang jatuh tepat 1 Syawal, dan bakda kupatan yang jatuh sepekan setelah 1 Syawal.

Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat merupakan kependekan dari ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Laku papat artinya empat tindakan.

Empat tindakan itu yakni,  1). Lebaran yang menandakan berakhirnya waktu puasa, 2). Luberan (meluber atau melimpah) yang berarti ajakan mengeluarkan zakat fitrah untuk kaum miskin, 3). Leburan (sudah habis dan lebur) atau dosa dan kesalahan yang melebur selepas saling memaafkan, dan 4). Laburan (berasal dari kata labur, biasanya dengan kapur) yang bermakna supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.

Bentuk fisik ketupat yang segi empat adalah ibarat hati manusia. Saat orang sudah mengakui kesalahannya, maka hatinya seperti ketupat yang dibelah dengan isi putih bersih.


Sementara itu lepet bermakna "silep kang rapet" atau "mari kita tutup yang rapat". Jadi setelah mengaku lepat, meminta maaf, menutup kesalahan yang sudah dimaafkan, jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.

Ada juga yang memaknai lepet sebagai "elek e disimpen sing rapet” atau bisa diartikan kejelekannya sendiri disimpan rapat-rapat. Kejelekan adalah aib yang sebisa mungkin jangan pernah diumbar. Tekstur ketan yang lembut saat dikunyah diharapkan mampu mengingatkan manusia untuk terus diingatkan akan kejelekannya. (***)
 

Jumat, 23 Juni 2017

Kementerian Pertanian Sambut Hangat Program Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap



Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) berkesempatan untuk bersilaturahmi ke Kantor Kementerian Pertanian, baru-baru ini. Dalam kunjungan tersebut, Tim ACT siambut Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, bersama jajaran stafnya, di Kantor Kementan Jl. Harsono RM. No. 3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Dalam pertemuan tersebut Tim ACT yang berjumlah 10 personel dipimpin oleh Senior Vice President ACT, Syuhelmaidi Syukur. Tim ACT memperkenalkan Lembaga Kemanusiaan Global ACT beserta program-programnya, seperti program Kapal kemanusiaan: Beras untuk Afrika, Lumbung Ternak Masyarakat/LTM dan Lumbung Pangan Masyarakat/LPM.   

Mentan menyambut positif peran ACT dalam pemberdayaan para petani dan peternak melalui program LTM dan LPM. Menurutnya, program yang digelar ACT tersebut satu visi dengan Kementan, untuk mensejahterakan serta melindungi para petani.   

“Kami ini sekarang tengah melawan para mafia pertanian, para mafia pertanian akan kami berantas! seperti saat ini, kami sedang memberantas mafia bawang yang meresahkan dan merugikan para petani dan masyarakat. Selain itu juga kami sedang  mengusahakan swasembada beras dan jagung, demi pemenuhan pangan warga Indonesia dan menjaga kesejahteraan para petani,” tekadnya.

Andi sangat bangga dengan misi kemanusiaan ACT berupa Program Kapal Kemanusiaan:Beras untuk Afrika. Ia menilai, misi tersebut sangat mengharumkan nama Indonesia.

 

“Kami sangat mendukung program bantuan beras untuk Somalia, yang dilakukan  kawan-kawan ACT, kalau ada misi kemanusiaan ke luar negeri, undanglah kami. mari kita jalankan misi ini bersama-sama,” imbuh Mentan.  

Sementara itu Syuhelmaidi Syukur mengatakan, Menteri Pertanian sangat mengapresiasi kegiatan ACT yang salah satunya adalah Program Kapal Kemanusiaan bantuan beras untuk Afrika dan Yaman. Seperti diketahui, kedua wilayah tersebut tengah mengalami darurat kekeringan. Pemerintah siap mendorong kerjasama lebih intens dengan negara Afrika tersebut khususnya Somalia.

“InsyaAllah, kami akan segera menindaklanjuti respon positif dari Pak Menteri, banyak program-program kemanusiaan ACT yang ingin disinergikan dengan Kementerian Pertanian salah satunya Program Kapal Kemanusiaan, Program LTM, Program LPM, termasuk pemberdayaan masyarakat lewat pemanfaatan lahan wakaf ACT untuk ditanami benih jagung dan padi, yang akan disuport oleh Kementerian Pertanian,” tutur Syuhel.

Pihaknya menambahkan, saat ini timnya tengah mempersiapkan sinergi tersebut untuk dapat ditindaklanjuti pascalebaran.

Terkait pertanian padi dan jagung dan peternakan dalam program LTM dan LPM, Kementerian Pertanian akan mendukung pengiriman beras sejumlah 5.000 ton ke Somalia. Bahkan, secara khusus, Menteri Pertanian juga meminta Tim Media Sosial (medsos) ACT bisa bekerjasama untuk menggarap komunikasi di medsos. 

“Kami berharap Tim medsos ACT bisa membantu, Kementerian Pertanian dalam mensosialisasikan program-program kementerian pertanian,” harap Mentan.

Kamis, 22 Juni 2017

Awas, Menunda Pekerjaan Berarti Menghilangkan Produktivitas



SEBAGAI seorang karyawan yang memiliki kesibukan setiap hari, terkadang masih saja ada pekerjaan-pekerjaan yang belum bisa diselesaikan. Akibatnya, saat mendapatkan sedikit saja waktu istirahat, waktu itu akan dimanfaatkan sepenuhnya. Dan akhirnya, pekerjaan yang masih belum selesai jadi tertunda. Saking banyaknya yang ditunda, sampai-sampai kebingungan untuk menemukan waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.

Tahukah Anda, penundaan menjadi salah satu faktor yang menghabiskan biaya bisnis. Penundaan berarti kehilangan produktivitas dan keuntungan. Laporan di tahun 2012 menunjukkan bagaimana bisnis menderita kerugian rata-rata $ 10,396 tiap tahun per pegawai yang secara rutin suka menunda. Berikut ini delapan gebrakan produktivitas yang akan membuat Anda tak lagi jadi penunda.

1. Mulailah Hari dengan Benar

Tidur cukup dan bangun pagi menjadi awalan yang baik untuk memulai aktivitas. Bangun pagi membuat Anda lebih santai dan produktif. Bangun pagi juga mensugesti Anda bahwa "saya memiliki sehari penuh di depan saya". Sebaliknya, ketika bangun siang, Anda akan cenderung merasa bersalah dan tertekan, terburu-buru untuk mengejar hari.

2. Mengubah Lingkungan Kerja


Pilihlah sebuah lingkungan kerja yang terasa paling produktif untuk Anda. Jika tempat kerja Anda terlalu mengganggu, tanyakan pada bos Anda apakah Anda bisa bekerja dari sebuah kafe yang sunyi untuk beberapa jam.

Sebuah lingkungan kerja yang kondusif memungkinkan kita untuk fokus lebih baik dan tetap produktif untuk periode waktu yang lebih lama, jika dibandingkan ketika Anda akan terganggu terus menerus oleh rekan kerja Anda atau terbawa pada percakapan tertentu.

3. Lacak Kemajuan Anda


Buat daftar kemajuan dari hari ke hari untuk mengetahui kinerja Anda sehari-hari. Cara ini cukup efektif untuk membuat Anda tetap termotivasi dan mendapatkan rasa pencapaian atas apa yang telah Anda capai pada hari itu.

4. Tentukan Kemajuan yang Realistis

Bagilah tugas  Anda menjadi beberapa rangkaian target kecil tapi realistis untuk dilakukan. Awas, tujuan yang tidak realistis cenderung membebani diri. Akibatnya, muncul emosi negatif dalam wujud takut akan kegagalan. Dengan demikian, hal ini akan berakhir pada penundaan dan anggapan bahwa kita bisa menyelesaikannya nanti.

5. Bekerja dalam Jangka Waktu yang Singkat

Buatlah manajemen waktu yang efektif dengan bekerja selama 25 menit kemudian beristirahat selama lima menit. Dengan menanamkan rasa urgensi dalam batas waktu 25 menit, Anda akan lebih fokus apalagi dengan mengetahui bahwa Anda akan mendapatkan waktu istirahat singkat di akhir periode tersebut.

6. Berilah Penghargaan pada Diri Anda Sendiri
Berikan penghargaan pada diri Anda sendiri karena telah menyelesaikan pekerjaan yang sudah Anda tunda beberapa waktu. Insentif misalnya, atau pergi berjalan-jalan ke mall untuk beberapa jam sekadar sebagai pelepas penat.

7. Jangan Terlalu Memikirkan Sesuatu
Ketika Anda menemukan diri Anda sedang beralasan untuk menyelesaikan pekerjaan yang Anda tunda, ingatkan diri Anda bahwa semakin cepat Anda menyelesaikannya, semakin cepat Anda dapat menarik nafas lega. Tak perlu menganalisis sesuatu secara berlebihan, karena hal itu akan menjadi salah satu alasan penundaan.

8. Tetaplah Sehat

Luangkan waktu untuk berolahraga 2 atau 3 hari dalam seminggu. Meski tidak banyak, Anda akan merasakan efeknya sepanjang waktu. Berolahraga secara rutin membuat kita merasa lebih energik, lebih bahagia, dan lebih sehat, sehingga akan meningkatkan produktivitas dalam pekerjaan.

Hilangkan pola pikir penunda Anda dengan melakukan gebrakan-gebrakan di atas. Anda akan merasakan kepuasan diri sendiri yang lebih besar. Selamat mencoba!

Rabu, 21 Juni 2017

Salurkan Bantuan, Tim Aksi Cepat Tanggap Blusukan di Alor


Tim ACT mendistribusikan Bantuan Paket Pangan Ramadan kepada 2500 jiwa masyarakat Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), baru-baru ini. Bantuan tersebut berasal dari donatur ACT Hj. Lina Liputri, salah satu donatur tetap ACT yang rutin mendonasikan dananya untuk Program Tepian Negeri.

Sebelumnya, bantuan yang diberikan antara lain berupa pembangunan sekolah dan sanitasi air bersih. Sementara untuk saat ini, dibagikan 700 paket pangan Ramadan, dengan 500 paket pangan didistribusikan di empat lokasi di Pulau Alor, sedangkan 200 paket lainnya didistribusikan di Atambua-NTT.                                

Dede Abdulrochman, Koordinator Tim Distribusi ACT mengatakan, untuk mendistribusikan bantuan pangan, tim harus mendistribusikan di empat titik di Pulau Alor. Proses pendistribusian dilakukan tidak hanya menggunakan jalur darat, namun juga  menggunakan jalur laut. Dengan menggunakan perahu nelayan, tim blusukan menuju Pulau Buaya, Pulau  Pura, dan Pulau Alor Besar/Alor Kecil.

Foto: dians999.wordpress.com


“Alhamdulillah, amanah Paket Pangan Ramadhan dari Hj. Lina Liputri untuk wilayah Pulau Alor sudah tersampaikan, dalam dua hari kemarin. Proses pendistribusian tidaklah mudah namun  penuh tantangan, dengan perjalanan darat kemudian berlanjut dengan perjalanan laut yang arus ombaknya begitu besar dan sangat melelahkan. Terutama perjalanan menuju Pulau Buaya dan Pulau Pura,” tuturnya dalam keterangan persnya, Rabu (21/6).

Para penerima manfaat merupakan warga pra-sejahtera. Mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan, sementara sisanya petani musiman yang hidup pada taraf ekonomi pra-sejahtera. Topografi wilayah merupakan daerah perbukitan tandus, dengan keadaan iklim jarang hujan. Dengan kondisi tersebut, masyarakat setempat sangat kesulitan bertani atau mengandalkan pertanian untuk menjadi mata pencaharian hidupnya.       

Hal tersebut diamini relawan MRI NTT, Arapah, yang menjadi salah satu tim distribusi.    

“Kondisi daerahnya merupakan derah perbukitan tandus, karena jarang sekali di daerah ini turun hujan. Problem kekeringan acapkali menjadi problem rutinan di daerah ini, seperti yang terjadi di Pulau Pura dan Pulau Buaya,” jelasnya.

Di Pulau Buaya dan Pulau Pura inilah warga sangat bahagia mendapatkan Bantuan Paket Pangan Ramadan. Karena menurut pengakuan warga, di tahun sebelumnya masyarakat belum pernah mendapatkan Bantuan Paket Pangan Ramadan, seperti di tahun ini.

“Alhamdulillah, terima kasih  dek bantuan paket pangan ini sangat membantu kami yang sedang dalam kesulitan ekonomi, kami berdoa semoga  adek-adek (Tim ACT-red) sukses, berkah dan tak henti-hentinya menebar manfaat untuk umat, amin,” ujar Abdulah Shaleh, salah satu penerima manfaat warga Pulau Pura.

Paket pangan yang diterima berupa 2 Kg minyak  goreng,  2 buah ikan kemasan kaleng,  1 kaleng susu, setengah Kg sabun cuci, 10 Kg beras, 1 kotak teh celup dan 1 Kg terigu.(***)

Rabu, 07 Juni 2017

Napak Tilas di Langenharjo

Courtesy: jejakbocahilang.wordpress.com


KELUARGA keraton, sejak dulu kala, selalu memiliki tempat-tempat khusus yang ditujukan untuk kegiatan-kegiatan khusus pula. Di Yogyakarta, ada sebuah tempat, Taman Sari namanya, yang terkenal epic sebagai tempat berkumpulnya para wanita bangsawan pada masanya. Tak terkecuali di wilayah Surakarta, ada sebuah tempat yang bernama Pesanggrahan Langenharjo. Bangunan yang berlokasi di Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo ini bisa ditemui sejarak 50 meter saja dari bibir sungai Bengawan Solo. Bangunan berarsitektur khas Jawa itu pada mulanya didirikan Susuhunan Paku Buwono IX pada 1870, yang baru dirampungkan pada pemerintahan Susuhunan Paku Buwono X pada 15 Juli 1931.

Dulu, bangunan ini, seperti yang tersirat lewat namanya, diartikan sebagai “tempat persinggahan yang nyaman dan damai.” Tak heran tempat ini menjadi favorit tujuan rekreasi keluarga kerajaan Kasunanan Surakarta. Tak hanya rekreasi, tempat tersebut juga digunakan sebagai tempat meditasi sang raja. Ini terlihat dari ruangan khusus bernama Sanggar Pamujan yang digunakan untuk bersemadi sebagai sarana memperoleh wangsit atau ilham. Khusus semadi ini, hingga hari ini, masih banyak orang-orang yang sengaja melakukan tapa brata di tempat tersebut. Mereka memilih hari-hari tertentu untuk melaksanakan ritual mencari wangsit dari penunggu Langenharjo.

Selain Sanggar Pamujan, di Pesanggrahan Langenharjo juga bisa ditemui ruangan-ruangan lainnya seperti Pendapa Prabasana, Kuncungan, nDalem Ageng, Pendapa Pungkuran, gudang senjata, ruang tamu, Kaputren, dan Kasatriyan.

Ceruk semedi di Langenharjo. (Courtesy: jejakbocahilang.wordpress.com)


Air Hangat yang Menyejarah

Pada masa awal didirikan, kolam pemandian air hangat yang terletak di belakang bangunan memang dijadikan sebagai tempat berendam keluarga kerajaan. Karena alasan itulah tempat ini menjadi tujuan wisata favorit keluarga bangsawan keraton Kasunanan. Memang, pemandian ini mengandung belerang yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kulit. Wisatawan yang berkunjung ke sini juga diperbolehkan mandi air hangat, meski kadar kehangatannya tak seperti dulu lantaran banyak saluran pipa tua yang mengalami kebocoran.

Perahu Jaka Tingkir

Kerangka perahu Jaka Tingkir yang ditemukan pada 2007 silam di sekitar sungai Bengawan Solo juga menjadi “penunggu” pesanggrahan Langenharjo.  Perahu tersebut kali pertama ditemukan oleh seorang warga Desa Bulakan bernama Paiman. Sedianya, sisa kayu perahu tersebut akan digunakan untuk merenovasi masjid di desanya. Niat tersebut urung setelah perahu itu diketahui sebagai cagar budaya.

Foto: jejakbocahilang.wordpress.com

Perahu kuno tersebut terdiri atas 21 batang kayu, yang apabila dirangkai akan membentuk sebuah perahu. Konon usia perahu yang ditemukan di jalur transportasi dan perdagangan pada masa Susuhunan Paku Buwono X itu berkisar antara 300-400 tahun. Proses pemindahan perahu dilakukan dengan ritual pembacaan doa oleh salah seorang pengageng Keraton Surakarta.

Orang-orang Islam Awal di Jawa

Makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik. (Courtesy: YouTube)

MASUKNYA agama Islam ke Jawa, pada mulanya, dibawa oleh hubungan dagang. Bukan langsung dari Mekkah, melainkan dari Bagdad (Irak) dan Gujarat (sisi barat India).

Ketika khalifah Abbasiyah yang kelima, yang bergelar Harun Al-Rasyid berkuasa, kota Bagdad menjadi sangat terkenal dan menjadi pusat perdagangan antara masyrik dan magrib (dunia timur dan barat). Pada waktu itu sudah ada kapal dagang Indonesia dari Jawa Timur dan Jawa Tengah yang berlayar hingga ke Teluk Persia.

Pada tahun 1528 M, kota Bagdad hancur digempur pasukan Tartar, Mongol. Jalan lintas perdagangan antara dunia timur dan barat beralih melalui Gujarat, langsung ke barat melalui selat Bab al Mandub (Teluk Aden) ke utara melalui Laut Merah. Kapal dagang dari Nusantara pun berramai-ramai berlabuh ke Gujarat.

Karena kedatangan agama Islam ke Jawa melalui hubungan dagang, maka yang terlebih dahulu memeluk Islam adalah rakyat jelata, seperti para anak kapal (juragan dan kelasinya). Pemusatannya di daerah pelabuhan seperti Tuban, Jepara, serta Gresik.

Bukti-bukti artefak seperti makam wanita muslimat Fatimah binti Maimun, nisan yang berangka tahun 475 Hijriyyah (1082 M), serta makam ulama Persia Malik Ibrahim, nisan yang berangka tahun 882 Hijriyyah (1419 M), menjadi tanda bahwa pada waktu itu rakyat jelata Gresik telah banyak yang menganut Islam.

Makam Maulana Malik Ibrahim. (Cortesy: Historia)

Selain rakyat jelata, beberapa keluarga bangsawan dan punggawa Majapahit juga diketahui telah ada yang memeluk Islam. Sebut saja istri Kertawijaya, puteri Campa yang bernama Ratu Darawati, beragama Islam. Bahkan anggota keluarga Darawati, Raden Rahmat, turut mendirikan perguruan Islam (pesantren) di desa Ampel, sehingga kemudian populer dengan nama Sunan Ampel.

Gerbang kompleks makam Sunan Ampel. (Courtesy: Kanal Wisata)

Demikianlah. Di kalangan negara Majapahit, Islam menjadi agama yang progresif. Islam tidak mengakui adanya tatanan kasta. Bagi rakyat jelata dan kaum petani yang menurut tatanan kasta hanya dikelompokkan pada golongan bawah, masuk agama Islam memiliki manfaat besar.

Alasannya, dapat mengangkat derajat serta dapat dijadikan pegangan untuk melepaskan semua beban yang berhubungan dengan adat dalam tatanan kasta.

(Fadhil Nugroho)


*Disarikan dari Babad Demak dalam Tafsir Sosial Politik, R. Atmodarminto

Untuk lebih jelasnya, simak video dokumenter berikut ini.


Selasa, 06 Juni 2017

Menghijaukan dan Membirukan Bumi

Gambar terkait

Kemarin, 5 Juni, untuk yang kesekian kali diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup. Bukan cuma di Tanah Air, melainkan di seluruh   negara di belahan dunia manapun. Isu lingkungan yang sedang menjadi sorotan saat ini adalah perubahan iklim akibat global warming.

As you see, dampak global warming makin kentara. Di Indonesia, yang biasanya perubahan cuaca berlangsung teratur, kini tak tentu. Kadang-kadang masih ada hujan di musim kemarau. Atau bahkan kemarau berkepanjangan  sampai-sampai sebagian warga harus dropping air.

Lalu kontribusi apa sih yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan lingkungan hudup agar bisa dinikmati generasi mendatang? Cara-cara ini mungkin bisa dicoba ya. Meski terlihat sederhana, tapi sesederhana apapun itu, kontribusi kita sangat berarti.

  1. Wisata boleh, ngotorin jangan. Tren piknik ke alam bebas sekarang ini rasa-rasanya kembali menduduki peringkat pertama ketika ditanya, "liburan besok mau ke mana?". Bermacam-macam pula destinasinya. Ada yang ke gunung, ada juga yang ke pantai. Tapi sayangnya pikniker itu kurang dewasa. Mereka mendaki sampai ke puncak, tapi meninggalkan sampah di atas gunung. Kertas-kertas bertuliskan "Salam untuk X dari Gunung X, kapan ke sini?" sering sekali bertebaran. Padahal kamu tahu kan, kertas itu termasuk zat yang sulit diuraikan? Walhasil keperawanan alam menjadi terganggu, deh. Kalau sudah begitu, masih pantas disebut sebagai pecinta alam? Atau yang suka ke laut, jangan ngaku penyelam handal kalau masih suka buang bungkus makanan ke laut lepas. Kamu tahu nggak, beberapa pantai di Bali sekarang sering membawa sampah ke tepi? Malu dong guys sama negara lain!
  2. Daripada beli, lebih baik tanam sendiri. Coba tanya ke ibu kalian, harga sembako apa yang kemarin sempat melonjak tinggi? Yup, cabai! Harganya nggak karu-karuan tingginya. Dampaknya, cabai menjadi penyumbang inflasi terbesar di Indonesia. Melihat kenyataan itu, sejumlah instansi berinisiatif melakukan gerakan tebar bibit cabai. Salah satunya Bank Indonesia. Kalau dipikir-pikir, betul juga ya. Selain bisa memetik cabai hasil panen, kamu juga bisa berkontribusi pada keseimbangan alam. Kamu bisa menjaga keseimbangan ekosistem. Selain cabai, tanaman pepaya juga sangat mudah tumbuhnya. Tinggal tebar bibit, langsung tumbuh besar. Saya sudah merasakan, loh. Dan hasilnya, pohon pepaya juga bisa jadi peneduh di depan kamar, hehe.
  3. Kurangi penggunaan AC dan buka lebar-lebar jendelamu. Kamu tahu nggak, kalau freon bisa menyumbang kerusakan lapisan ozon? Kalau kamu tidak bisa menghentikan penggunaan kulkas, maka kamu bisa melakukannya dengan mengurangi penggunaan AC. Coba deh, matikan AC baik kantor maupun kamar, lalu ganti dengan buka jendela. Wuiih rasanya akan beda. Bakal lebih segar! Dan kamu akan lebih sehat karena sirkulasi udara berlangsung dengan baik. Alam sehat, kampun sehat. 
Tiga tips dari saya semoga bisa sedikit berkontribusi pada pelestarian alam, ya. Mungkin tidak terlalu istimewa. Tapi sekecil apapun yang kita lakukan, kita sudah selangkah di depan. See ya!

Jumat, 02 Juni 2017

Pendidikan Pancasila Melalui Wayang Kulit

(* penulis merupakan alumnus jurusan Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro)

Pada periode yang lalu, sebagai mahasiswa Sejarah, saya melakukan penelitian terhadap peran dalang wayang purwa dalam menyampaikan pesan-pesan pembangunan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dengan mengambil temporal 1980-an sampai 1998, penelitian saya fokuskan di Kota Semarang. Kalau ditanya, kenapa Semarang? Maka saya katakan bahwa Semarang merupakan ibukota provinsi sekaligus pusat pemerintahan Jawa Tengah. Semarang juga berpenduduk suku Jawa terbanyak di Jawa Tengah, di luar vorstenlanden seperti Surakarta.

Dan dari arsip-arsip yang saya teliti, semangat Presiden Soeharto untuk menanamkan semangat cinta Pancasila begitu tinggi. Tentu generasi yang lahir tahun 50-an hingga 80-an masih merasakan kewajiban mengikuti pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dengan berbagai pola. Bukan hanya bagi yang masuk perguruan tinggi maupun pegawai negeri, pelaku kesenian saat itu juga wajib mengikuti sarasehan P4.

Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (B-P7), sebagai organ yang bertanggungjawab pada Pelaksanaan Pemasyarakatan dan Pembudayaan P4, menggelar sarasehan bersama pihak-pihak yang diharapkan mampu menjadi agen pemasyarakatan P-4 ke khalayak umum. Salah satu agen pemasyarakatan P-4 adalah para seniman, yang ditatar untuk menjadi penyuluh P-4.

Sebagai misal, penyelenggaraan Sarasehan Seniman dan Seniwati yang dilaksanakan per-wilayah pembantu Gubernur Jawa Tengah yang bertempat di Aula Sasana Krida Wiyata Kabupaten Pekalongan. Para peserta sarasehan ada yang berasal dari kantor Depdikbud, staf Pertunjukan Rakyat Kantor Deppen Kota Semarang, hingga Ketua Bidang Pembinaan Masyarakat dan Seni Budaya DPD II Golkar Kodya Semarang. (Sumber Arsip: Laporan Sarasehan Seniman dan Seniwati Tingkat Pembantu Gubernur Jawa Tengah wilayah Pekalongan tahun 1997, Arsip Provinsi Jawa Tengah).

Sejak tahun 1989, dalang turut berperan dalam pemasyarakatan dan pembudayaan P-4. Keterlibatan ini antara lain dapat dilihat dalam Daftar Penatar P-4 angkatan LI (51) tahun 1988/1989. Biro Pendidikan DPD I Ganasidi Provinsi Jawa Tengah melalui R. Djoko Suranto, SH, menjadi salah satu penatar bersama dengan perwakilan instansi-instansi lain, termasuk perwakilan dari DPD Golkar. (Sumber Arsip: Daftar Penatar P-4 angkatan LI (51) tahun 1988/1989 Lampiran Keputusan Kepala BP-7 propinsi Dati I Jawa Tengah tanggal 23 Maret 1989, Arsip Provinsi Jawa Tengah.)

Dalam Jawaban Questioner Evaluasi Pembudayaan P-4 di Dati II Se-Jawa Tengah Tahun 1995/1996 oleh BP7 tanggal 2 April 1996 juga diungkap bahwa gara-gara P-4 dan wayang kulit menjadi salah satu jenis seni budaya yang selama ini dimanfaatkan sebagai media pembudayaan P-4 di daerah responden dan dibina langsung oleh Ganasidi.

Hal yang sama berlaku pula dalam Sarasehan Dalang Indonesia yang diselenggarakan di TMII, 8-11 Februari 1996. Dalam sarasehan tersebut, disampaikan bahwa fungsi seni pedalangan  harus menyentuh aspek-aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Para dalang harus memiliki keseragaman gaya, dengan materi bertumpu kepada sepemahaman seperti yang terbungkus dalam P-4. Sarasehan ini mempola pemahaman pikiran para dalang tentang P-4.

Di wilayah Kota Semarang, sebagai locus penelitian saya, pernah dilangsungkan pergelaran wayang kulit di Kelurahan Wonotingal, Kecamatan Semarang Selatan, dengan dalang Ki Ngasiran Gondo Sugito. Kelurahan Wonotingal mulai masuk dalam daftar desa atau kelurahan pelopor P-4 tingkat Pratama tanggal 18 Desember 1988 dengan nomor registrasi 413.1.05/0839/88413.1.05/0839/88. (Sumber Arsip: Daftar Desa /Kelurahan Pelopor P-4 Kotamadya Dati II Semarang, 1988, Arsip Provinsi Jawa Tengah.)

Pancasila dalam Lakon Pewayangan
Pagelaran wayang kulit pada era pemerintahan Presiden Soeharto mampu menjembatani pesan-pesan pemerintah kepada masyarakat, terutama melalui adegan gara-gara. Dalam adegan ini sering disuguhkan dialog yang mengulas tentang program-program pembangunan seperti penghijauan, kebersihan, panca usaha tani, kadarkum, kamtibmas, siskamling, PKK, P-4, modernisasi desa, lumbung desa, kesadaran akan cinta Tanah Air (Ibu Pertiwi), dan lain sebagainya.

Lakon-lakon yang dipergelarkan antara lain lakon Sesaji Raja Suya. Lakon tersebut mengisahkan upaya Pandawa dalam mempersatukan raja sewu negara untuk melaksanakan sesaji di kerajaan Amarta. Tujuan persatuan ini adalah untuk menciptakan rasa persatuan dan kesatuan, kerukunan, saling hormat-menghormati, dan bantu-membantu atas dasar azas kekeluargaan. Kandungan lakon ini memiliki kesamaan visi dengan cita-cita bangsa yang temuat dalam Pembukaan UUD 1945 yakni untuk membangun politik luar negeri yang bebas aktif serta ikut menciptakan perdamaian dunia yang abadi yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Selain itu, dalam naskah lakon Kalingga Bawana yang ditulis alm Ki Soeparno Hadiatmodjo, pada janturan jejer nagari Ngastina diuraikan pembukaan UUD 1945 yang digubah dalam narasi sebagai berikut,

Saindenging jagad raya, kathah nagari ingkang wus mandhiri,  merdikengrat hambaudhendha nyakrawati; sayekti kamardikan wenang kadarbe dening sagunging bangsa, racak samya nyingkiri marang pakarti ingkang ngongasaken kasudiran, ngelar jajahan, dhemen ngrupak pangwasaning liyan praja, nanging hanggung mangun karuntutan, ngraketaken kakadangan, murih tentreming kanang rat.

Lamun wonten satunggaling bangsa ingkang gendhak sikara, dhemen njajah liyan praja kudu den brastha; awit cengkah kalawan reh kamanungsan miwah trajuning adil.

Gragating bangsa ingkang nggayuh kamardikan, kanthi tekad sawiji hanggolongaken kekuwatan linambaran sucining ati jujuring pakarti. Gegayuhaning bangsa wus tekeng wanci, kaparenging Hyang Widhi, uwal saking regemaning mungsuh, temah manggih bagya mulya lair batin.

Wibawaning praja bisa ngayomi kawula sanagara; pinarsudi murih mundhaking tataran gesanging kawula, ingkang tansah makarti murih tentreming bebrayan bangsa saindenging jagad raya.

Angger-anggering praja adhedhasar kasusilan lan pangaji-aji lire :
  • Tansah nengenaken marang panembahe ingkang tumuju dhateng pangwasane Kang Hakarya Jagad.
  • Tresna bangsa adhedhasar rasa kamanungsan miwah tepa salira.
  • Tebih saking raos cecongkrahan, tansah golong gelenging tekad murih santosaning nagari.
  • Samukawis ingkang dadya putusaning pranatan, adhedhasar kawicaksanan saha mupakating panemu.
  • Lumadine marang bebrayan bisa warata, kanthi adil manut kandel tipising lelabuhan lan pepangkatane.
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia :

Di seluruh dunia, banyak negara yang sudah mandiri, merdeka dari segala yang membelenggu; sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hingar bingar rakyat menolak perbuatan yang menjajah, suka mengganggu penguasa negara lain, namun dapat mempererat persaudaraan untuk mewujudkan ketenteraman.

Apabila ada satu bangsa yang bertikai, suka menjajah rakyat lain maka harus dilawan; karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan.

Perjuangan bangsa dalam meraih kemerdekaan, dengan satu tekad mengumpulkan kekuatan didasari oleh hati yang suci dan perilaku yang jujur. Keinginan negara sudah tiba pada waktunya, atas berkah Tuhan Yang Maha Kuasa, terbebas dari penjajahan, untuk meraih kebahagiaan dan kemuliaan lahir dan batin.

Negara yang berwibawa dapat melindungi rakyat senegaranya; agar dapat meningkatkan taraf hidup rakyatnya, yang selalu bertujuan untuk mewujudkan ketenteraman kehidupan berbangsa di seluruh dunia.
Peraturan negara berdasarkan pengharapan sebagai berikut :
  • Selalu tertuju pada Tuhan, Sang Penguasa Bumi. (Ketuhanan Yang MahaEsa)
  • Ketenteraman bangsa atas dasar rasa kemanusiaan yang tepa slira. (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
  • Jauh dari pertikaian, selalu bersatu untuk kejayaan negara. (Persatuan Indonesia)
  • Apa saja yang menjadi keputusan bersama, berdasarkan kebijaksanaan dan permufakatan. (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan dalam permusyawaratan perwakilan)
  • Kemakmuran rakyat bisa merata secara adil atas dasar tekad dan derajat. (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia)
Janturan yang menjelaskan pemasyarakatan P-4 juga terdapat di dalam lakon Wahyu Panca Rasajati sebagai berikut,

… Sesanti Bhineka Tunggal Eka, dadiya daya gesanging budaya, winata paugeran lima, nenggih manembah mring Hyang Kawasa, rasa asih sesama, kekadangan sami bangsa, sarasehan srana kang wicaksana, kinarya anggayuh adil lan paramarta.

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia :

Dengan berdasarkan Bhineka Tunggal Ika, jadilah kekuatan yang berbudaya,  tertata dalam lima peraturan, yaitu menyembah kepada Tuhan Yang Kuasa, mengasihi sesama, persaudaraan dalam kehidupan berbangsa, bermusyawarah secara bijaksana, berkarya untuk meraih keadilan dan kesejahteraan.

Dalam naskah lakon Semar Mbabar Jatidiri diuraikan kondisi negara yang memiliki dasar lima sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai berikut,

… Anenggih nagari pundi ta kang Kaeka Adi Panca Parasedya, Eka sawiji Adi linuwih, Panca Parasedya lire gegebengan limang prakara sari-pathining budaya kang nyata dadya angger ugering praja utama.

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia :

Syahdan negara yang pantas disebut Kaeka Adi Panca Parasedya. Eka berarti satu, Adi berarti keunggulan, Panca Parasedya berarti diikat oleh lima hal sebagai perwujudan budaya yang menjadi peraturan sebuah bangsa.

Penutup
Contoh-contoh tersebut menunjukkan eksistensi kesenian tradisional yang tumbuh dan mengakar di masyarakat luas mampu menjadi sarana penyampaian kebijakan dengan cara yang sederhana dan mudah diterima oleh khalayak. Demikian halnya dengan wayang kulit purwa yang memiliki basis massa besar di Jawa Tengah. Lakon-lakon yang dimodifikasi hingga lakon-lakon carangan pun sedikit banyak menjadi sarana osialisasi KB, Repelita, modernisasi desa, serta pemasyarakatan P-4.. Efektivitas dirasakan baik oleh para dalang, pemerintah, maupun masyarakat umum.

Sebelum tulisan ini saya akhiri, Pancasila juga pernah digunakan sebagai nama wayang jenis baru yang diciptakan oleh Suharsono Hadisuseno, seorang pegawai Penerangan RI dari Yogyakarta, dengan mengacu pada tokoh-tokoh Wayang Purwa. Wayang Pancasila yang lahir pada era Presiden Soekarno itu (1948) kemudian lebih dipergunakan untuk menyajikan cerita-cerita yang berhubungan dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda dan peristiwa-peristiwa kemerdekaan RI. Adapun tujuan pergelaran Wayang Pancasila adalah untuk memberikan penerangan mengenai falsafah Pancasila, Undang-Undang Dasar serta Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Sumber:
"Pentas Wayang Kulit di Wonotingal", Suara Merdeka, 6 November 1992
.
Daftar Desa /Kelurahan Pelopor P-4 Kotamadya Dati II Semarang, 1988, Arsip Provinsi Jawa Tengah.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan Pemasyarakatan dan Pembudayaan P4 Di Daerah Tingkat II Se-Jawa Tengah Tahun 1997/1998, BP7 Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Tahun 1997/1998, Arsip Provinsi Jawa Tengah.

Surat Dinas B.P7 DATI II Semarang kepada Kepala Kantor Deppen Kodya Semarang, Ketua DPD II Golkar Kodya Semarang, dan Kepala Kantor Depdikbud Kodya Semarang, 15 Januari 1996, Arsip Provinsi Jawa Tengah.

Daftar Penatar P-4 angkatan LI (51) tahun 1988/1989 Lampiran Keputusan Kepala BP-7 propinsi Dati I Jawa Tengah tanggal 23 Maret 1989, Arsip Provinsi Jawa Tengah.

Laporan Sarasehan Seniman dan Seniwati Tingkat Pembantu Gubernur Jawa Tengah wilayah Pekalongan tahun 1997, Arsip Provinsi Jawa Tengah.

Keputusan Kepala BP-7 Kabupaten Daerah Tingkat II Pati Nomor 431/196/1995 tentang Pembentukan Panitia Pelaksana Lomba Dalang, Waranggono serta Sarasehan Seniman dan Penatar P-4 Kabupaten Pati tahun 1995/1996, Arsip Provinsi Jawa Tengah.

S. Haryanto, Pratinimba Adhiluhung(Jakarta: Djambatan, 1988).

Soeparno Hadiatmodjo, Pakem Pedhalangan Lampahan Kalingga Bawana, Semarang, 1982.

Sutiyono, “Hegemoni Kekuasaan Terhadap Seni Pedalangan”, Jurnal Imaji.

Selasa, 02 Mei 2017

Nafas Taman Siswa di Tubuh Pendidikan Indonesia

Kongres Taman Siswa (ist)


MENJELANG akhir abad XIX, sejumlah reaksi keras muncul di negeri Belanda sebagaii respon atas tanam paksa (cultuurstelsel) yang berlangsung di Hindia Belanda pada 1830-1870. Van Soest, dalam Anne Booth, menulis, “pulau Jawa yang indah permai itu menyajikan suatu pemandangan tentang kesusahan dan kesengsaraan yang tiada taranya”.

Kritik keras atas cultuurstelsel dilontarkan kepada sang ratu. Anggota parlemen W.R. van Hoevel misalnya, dalam tulisan berjudul “Slaven en vrijen onder de Nederlandsche wet”, ia mengungkap kelaparan di Jawa pada tahun 1845. Selain itu tulisan Edward Douwes Dekker “Max Havelaar” yang menceritakan dengan rinci penderitaan rakyat akibat penindasan penguasa-penguasa kolonial dan bumiputera.

Tjahjono Rahardjo dalam Schouwburg Javaanse Sobokartti dan Visi Indonesia Merdeka menulis, artikel “Een Eereschuld” yang ditulis Conrad Theodor van Deventer dan tulisan-tulisan redaktur utama Samarangsche Courant, Pieter Brooshooft, membuka mata publik tentang nasib buruk bangsa bumiputera di bawah penjajahan Belanda. Ia memperkenalkan stilah “ethische politiek”  pada 1901 dalam pamflet yang ia tulis dalam harian De Locomotief, “De ethische koers in de koloniale politiek”.

Pada tahun 1901 pula, Ratu Wilhelmina menyerukan dimulainya Ethische Politiek atau Politik Etis, yang dikenal dengan slogan “irigasi, imigrasi, edukasi”. Satu hal yang luput dari kebijakan tersebut, dengan "balas budi" berupa pendidikan, maka sesungguhnya Belanda berlai ke mulut singa. Sebab, sejak dicetuskan pentingnya pendidikan bagi rakyat bumiputra, berturut-turut tumbuh kesadaran akan kebangkitan nasional. Salah satu pelopornya adalah Budi Utomo yang berdiri pada tahun 1908. Pada masa ini, pergerakan nasional melatarbelakangi sejumlah gerakan-gerakan kritis kaum bumiputra termasuk pendirian sejumlah organisasi.


Ratu Wilhelmina

Bagian penting dari pergerakan nasional Indonesia adalah pendidikan. Pendidikan berperan penting untuk menanam semangat kebangsaan di dalam jiwa para pemuda, sekaligus sebagai dasar dalam perjuangan. Banyak perkumpulan yang mencetuskan hal ini dalam programnya, seperti Budi Utomo, Syarikat Islam, Muhammadiyah, serta Studieclub dan organisasi sosial revolusioner dan non koperasi.

Pemerintah Hindia Belanda melihat pendidikan yang dicetuskan kaum bumiputra sebagai ancaman perlawanan. Maka semenjak tahun 1932 pemerintah memberlakukan pengawasan ketat terhadap "sekolah liar" (wilde scholen) dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan perlawanan.

Salah seorang figur yang memiliki integritas tinggi dalam memajukan pendidikan bagi kaum pribumi adalah Suwardi Suryaningrat. Ia menciptakan satu sistem pengajaran yang lahir dari kebudayaan Jawa Kuno dan Indonesia. Ia mempelajari soal-soal pedagogik di Belanda.

Suwardi Suryaningrat, yang di kemudian hari lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantoro, ingin memalingkan orang-orang Indonesia dari pengajaran Barat yang semata-mata bersifat intelektual dan materialistia menjadi pengajaran yang bernafas kebudayaan khas Jawa dan Indonesia. Namun demikian bahan-bahan pengajaran itu disesuaikan dengan ilmu pengetahuan Barat.

Untuk mewujudkan impian tersebut, Ki Hajar mendirikan lembaga pengajaran (onderwijs-instituut) Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Lembaga tersebut menjadi pintu masuk ilmu pengetahuan Barat yang terlebih dulu diuji dengan kebudayaan asli Indonesia. Ki Hajar tidak menghendaki asimilasi atau asosiasi, tetapi untuk memperkaya kebudayaan sendiri dengan nilai-nilai kebudayaan asing yang sudah dinasionalisasi.



Baginya, pengajaran harus meliputi dunia pikir (gedachtenwereld) dan dunia rohani (geestewereld) sendiri, dengan ajaran cinta akan kebudayaan dan bahasa sendiri, dan yang baik di dalam kebudayaan lain ditambahkan ke kebudayaan sendiri. Ki Hajar juga memandang penting pembentukan kepribadian dan perkembangan kesusilaan, kerohanian dan jasmaniah. Ia juga menolak subsidi dari pemerintah. Dia ingin bebas dalam pekerjaannya. Dia ingin rakyat Indonesia mendirikan sekolahnya sendiri.

Visi Ki Hajar ditentang oleh pemerintahan De Jonge. Pada 1 Oktober 1932 dikeluarkan ordonansi pengawasan atas pengajaran swasta yang tidak mendapat subsidi (Toezichtordonantie op het particuliere ongesubsidieerde onderwijs). Atas peraturan tersebut, kaum bumiputra melakukan perlawanan. Dukungan kepada Ki Hajar antara lain datang dari organisasi wanita ISTERI SEDAR.  Majelis Guru-guru (Onderwijsraand) Perguruan Kebangsaan Indonesia di Batavia dan Pasoendan cabang Palembang memutuskan bersikap sama seperti Taman Siswa.

95 tahun berselang, Sekolah Taman Siswa kini berpusat di Balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, dan mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi seorang guru dikenal sebagai Patrap Triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Suwardi setelah ia mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Maria Montessori (Italia) dan Rabindranath Tagore (India/Benggala). Patrap Triloka memiliki unsur-unsur ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan").

Sumber:

Booth, Anne,dkk (sunt). Sejarah Ekonomi Indonesia, (Jakarta: LP3ES,1988).
J.M. Pluvier, Ikhtisar Perkembangan Pergerakan Kebangsaan di Indonesia tahun 1930-1942.
Rahardjo, Tjahjono, Schouwburg Javaanse Sobokartti and Visi Indonesia Merdeka (Semarang, 2011).

Mengenang Semarang


Gereja Blenduk, ikon Kota Lama Semarang

Mahsyur sebagai Kota Perdagangan

Keberadaan pelabuhan Semarang ternyata sudah diketahui sejak zaman Hindu, bahkan pada masa itu Semarang meupakan bandar utama dari kerajaan Mataram Kuna (732-824) dengan pusat pemerintahan berada di Medang, Jawa Tengah. Pelabuhan Semarang saat itu berlokasi di kaki bukit Candi, dengan pelabuhan Bergota sebagai pelabuhan yang terkenal kala itu. Bagi kerajaan Mataram Kuna, pelabuhan Bergota memiliki arti penting terutama dalam pengembangan ekonomi kerajaan.

Perkembangan kota Semarang sebagai kota pelabuhan selanjutnya terkait erat dengan perkembangan perdagangan di pantai utara Jawa. Sekitar tahun 1412 di Semarang telah terbentuk komunitas Cina yang bermukim di daerah Gedung Batu atau Simongan dan di tepi Sungai Semarang. Daerah ini dipilih sebagai tempat bermukim komunitas Cina karena daerah ini merupakan daerah yang paling baik dan sangat strategis. Daerah Simongan berupa teluk yang terletak di antara muara kali Semarang dan bandar Semarang.

Galangan kapal Semarang juga pernah membuat kapal-kapal besar yang digunakan untuk menyerang Portugis. Kapal-kapal tersebut dibawa oleh Yat Sun (Pati Unus) bersama Kin San, seorang Muslim Cina peranakan lain yang juga ipar Raden Patah pada tahun 1509.

Seiring dengan perkembangan Semarang sebagai kota pelabuhan, pada tanggal 5 Oktober 1705 disusun suatu perjanjian antara Susuhunan Paku Buwono I dengan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) di Kartasura yang menentukan status hukum kota Semarang dalam pemerintahan VOC adalah sebagai kota kedua setelah Batavia. Perjanjian ini kemudian membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi di daerah sekitar Semarang, ditandai dengan banyak didirikannya onderneming-onderneming, pabrik-pabrik gula dan perdagangan lainnya yang menarik minat para pedagang untuk mencari penghidupan di Semarang yang dari berbagai etnis dan daerah.

Selanjutnya pada abad XVIII tepatnya pada tahun 1743, ketika Belanda memindahkan pelabuhan dari Mangkang ke Boom Lama, aktivitas perdagangan yang melalui Sungai Semarang semakin ramai karena lokasi Boom Lama dekat dengan pasar Pedamaran yang menjadi pusat perdagangan saat itu. Maka kemudian berkembanglah dusun-dusun sebagai tempat menetap para pedagang yang saat ini sering dikenal dengan sebutan Kampung Darat (Ndarat) dan Kampung Ngilir.

Pada abad inilah diketahui juga bahwa Semarang merupakan kota bandar, demikian halnya dengan sisi sebelah timur Semarang yakni kota Torrabaya atau Terboyo yang dapat dicapai dengan menggunakan perahu menyusuri pantai timur Semarang.

Tempat Berpadu Budaya
Situasi di sekitar jembatan Berok

Hubungan antaretnis di Semarang pada kurun waktu antara 1708 hingga 1741 tergolong sebagai simbiose kehidupan beberapa etnis yang unik. Masyarakat Jawa dan etnis Melayu lainnya yang mayoritas berada pada tingkat ekonomi kelas bawah sebagai pekerja, pedagang kecil, dan nelayan. Komunitas Cina kelas atas yang sudah lama memainkan peran ekonomi di Semarang, sedangkan masyarakat Cina kelas bawah sebagai pekerja dan hadirnya VOC, yang merupakan etnis Eropa yang mendominasi perdagangan dan mulai memegang kendali pemerintahan.

Wujud akulturasi yang paling harmonis bisa dilihat dalam perayaan dugderan yang dilaksanakan tiap menjelang datangnya bulan Ramadhan. Upacara ini merupakan cerminan dari perpaduan tiga etnis yang mendominasi masyarakat Semarang yakni etnis Jawa, Cina dan Arab. Nama “Dugderan” diambil dari kata “dugder” yang berasal dari kata “dug” (bunyi bedug yang ditabuh) dan “der” (bunyi tembakan meriam). Bunyi “dug” dan “der” tersebut sebagai pertanda akan datangnya awal Ramadhan.

Dalam upacara dugderan terdapat ikon berupa “warak ngendhog” berwujud hewan berkaki empat (kambing) dengan kepala mirip naga. Warak ngendhog memperlihatkan adanya perpaduan kultur Arab, Islam, Jawa, dan Tionghoa. Keberadaan warak ngendhog tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan yang harmonis antar-etnis sehingga membuka jalinan kontak budaya yang lebih intensif sehingga memungkinkan adanya proses akulturasi.

Bentuk lain dapat disaksikan pada arsitektur Masjid Sekayu (pada mulanya bernama Masjid Taqwa), yang di dalamnya terdapat lukisan atau tulisan Cina yang berada di kerangka atap (blandar) masjid. Sampai sekarang lukisan tersebut masih bisa dilihat dengan cara memanjat ke atap dan membuka eternit.

Masjid ini diidentifikasi lebih tua dibanding Masjid Demak, tentu tetap dengan arsitektur masjid kuno lainnya yang ditopang empat sokoguru berbahan dasar kayu jati. Konon masjid ini dibangun oleh Mbah Kamal dan Mbah Dargo, arsitek yang diutus Kesultanan Cirebon untuk membangun Masjid Demak. Akan tetapi dilihat dari ornamen Cina pada masjid tersebut, kemungkinan besar Mbah Kamal dan Mbah Dargo ini sebetulnya juga seorang Cina Islam.

Pada abad XX, berdiri Volkskunstvereeniging Sobokartti di Karrenweg (Dr. Cipto) Semarang atas prakarsa Mangkunagara VII dan Herman Thomas Karsten pada 9 Desember 1920. Pertemuan pembentukan Sobokartti dihadiri antara lain burgemeester Semarang D. de Iongh, Bupati Semarang R.M.A.A. Purbaningrat, Pangeran Kusumayuda dari keraton Surakarta, dan pimpinan surat kabar “De Locomotief”. Di awal pendiriannya, para anggota perkumpulan seni Sobokartti yang berjumlah ratusan berasal dari berbagai kalangan di Semarang: Jawa, Belanda, dan Cina.

Pembangunan di Masa Hindia Belanda 

Alun-alun Semarang

Pada abad XIX, ketika kegiatan perdagangan semakin ramai dan semakin memerlukan sarana dan prasarana yang memadai, dibangunlah dermaga oleh pemerintah kolonial. Langkah awal dalam pembangunan dermaga yang baru adalah penyusunan perencanaan pembangunan kanal baru pada tahun 1854.

Pelaksanaan pembangunannya pada tahun 1873 dan selesai pada tahun 1875. Tujuan dari pembangunan kanal baru sepanjang 1180 meter dan lebar 23 meter tersebut adalah untuk memotong aliran sungai Semarang yang terlalu panjang. Francois Valentijn dalam tulisannya tahun 1825 menyatakan,

Semarang adalah salah satu pelabuhan terbesar di Pulau Jawa yang didiami oleh pedagang-pedagang kaya. Di sana banyak orang dan kebanyakan dari mereka pandai berdagang. Tempat perdagangan adalah sebuah tempat di mana hampir segala macam barang diperdagangkan dan merupakan sebuah tempat yang luas dan sangat padat. “Kasteel” tua telah dirubuhkan pada tahun 1824 dan digantikan oleh benteng modern yang bernama “Prins Van Oranye” atau “Poncol”.

Pembangunan yang digalakkan pemerintah Hindia Belanda pada fase Pasca Benteng Kota (1824-1866) memperlihatkan keseriusan upaya pemerintah Hindia Belanda untuk mengembangkan kota Semarang. Di era ini bisa tergambarkan bahwa kota Semarang yang secara geografis memiliki pantai, dataran rendah dan dataran tinggi terus tumbuh dan berkembang hingga era pra-kemerdekaan.

Dirintisnya jalur transportasi kereta api pertama, yakni jalur Semarang-Tanggung sepanjang 25 km yang perletakan batu pertamanya dilakukan oleh gubernur jenderal Baron Sloet van de Beele pada tanggal 17 Juni 1864 menjadi satu contoh bahwa Semarang adalah kota pilihan yang amat diperhitungkan dari berbagai aspek, termasuk pada perkembangan ekonomi.

Hal ini terlihat dari beberapa distrik penghasil kopi di wilayah Resodensi Semarang pada paruh kedua abad XIX, semisal Grogol, Kradenan, Selokaton, Singen Lor, Singen Kulon, Semarang, Tengaran, Cangkiran, Limbangan, Ungaran, Ambarawa, Salatiga, Grobogan, Wirasari, Purwodadi, dan Kaliwungu.

Pada tahun 1842 Menteri Daerah Jajahan J.C. Van Baud telah memikirkan pengembangan pengangkutan produk-produk dari wilayah vorstenlanden ke Semarang dan sebaliknya. Pada tahun 1861 kemudian diajukanlah permohonan oleh pihak swasta negeri Belanda, Poolman, untuk memperoleh konsesi guna pembangunan dan eksploitasi jalur kereta api dari Semarang ke Surakarta dan Yogyakarta. Ditetapkanlah keputusan tertanggal 28 Maret 1862 yang menjadi dasar pengoperasian jalur Semarang-vorstenlanden.

Hingga tahun 1893, Semarang memiliki tiga stasiun yakni Stasiun Tawang yang melayani jalur Semarang-vorstenlanden, stasiun Jurnatan melayani jalur Semarang-Juana, dan stasiun Poncol untuk jalur Semarang-Cirebon. Untuk transportasi laut, banyak kapal dari luar negeri baik kapal uap maupun kaoal layar yang berlabuh di Semarang. Mereka berasal dari berbagai negeri yaitu Inggris, Belanda, Hindia Belanda, Jerman, Denmark, Jepang, Austria, Swedia, Norwegia, dan Perancis.

Di kalangan masyarakat kolonial, Semarang memang dipandang sebagai pusat bisnis yang penting. Hal ini terbukti bahwa Semarang pernah dipilih sebagai lokasi koloniale tentoonstelling (pameran kolonial) yang pertama, diselenggarakan pada tanggal 20 Agustus hingga 22 November 1914. Beberapa negara turut ambil bagian dalam pameran ini, antara lain Belanda, Jepang, Singapura, Cina, India, Australia, dan Amerika. Berbagai kota di Hindia Belanda pun ikut memamerkan produk-produk di sini, dan Semarang menempati posisi terbanyak dalam pameran itu. Untuk mengenang pameran tersebut, setiap tahunnya, selalu diselenggarakan Pasar Sentiling dengan mengambil lokasi Kota Lama Semarang.

Sumber:

Krisprantono, “Perkembangan Tata Ruang Kota Semarang Ditinjau dari Kebijakan Politik Ekonomi Kolonial” (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perkembangan Kota dalam Perspektif Sejarah, Semarang, 26 Juli 2011)
Qurtuby, Sumanto Al, Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV & XVI, (Jakarta: Inspeal Press dan Perhimpunan Indonesia Tionghoa, 2003)
Reid, Anthony, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1: Tanah di Bawah Angin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011)
Roesmanto, Totok, “Kesejarahan Kota Perkembangan Kota dalam Perspektif Sejarah” (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perkembangan Kota dalam Perspektif Sejarah, Semarang, 26 Juli 2011)
Suliyati, Titiek, “Dinamika Kawasan Permukiman Etnis di Semarang” (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perkembangan Kota dalam Perspektif Sejarah, Semarang, 26 Juli 2011)
Yuliati, Dewi, “Industrialisasi dan Segregasi Sosial” (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perkembangan Kota dalam Perspektif Sejarah, Semarang, 26 Juli 2011)

Senin, 01 Mei 2017

Pergerakan Buruh di Hindia Belanda 1900-1942

Foto: tabloidguru.wordpress.com

( apresiasi untuk Sandra, seorang pegawai Kementerian Perburuhan dekade 50-60an)

Dalam lintasan sejarah bangsa, kaum buruh mencetuskan sebuah pergerakan mendekati akhir abad XIX, tepatnya pada 1897. Adalah Nederland Indies Onderw. Genootsch (NIOG) , serikat pekerja pertama yang didirikan pada pemerintahan Hindia Belanda. Sebelumnya, di negara-negara Asia lainnya seperti India dan Filipina, berturut-turut serikat buruh didirikan. Sejumlah alasan melatarbelakangi pembentukan serikat pekerja, seperti buruknya syarat-syarat bekerja, rendahnya upah, serta perlakuan yang sewenang-wenang.

Sepuluh tahun pascapembentukan NIOG, pada tahun 1907, dibentuklah serikat buruh perkebunan. Cultuurband, Vereniging v. Asssistenten in Deli misalnya, industri gula, Suikerbond (1906) dan perdagangan, Handelsbond (1909). Dan berturut-turut selanjutnya tumbuh serikat buruh di sejumlah instansi pemerintah seperti Posbond (1905), Spoorbond (1913), dan berbagai serikat buruh lainnya termasuk di tempat-tempat pekerjaan partikelir.

Tumbuhnya pergerakan buruh saat itu dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, munculnya pertumbuhan pergerakan buruh di Nederland pada dekade 1860-1870 dengan National Arbeids Secretariaat sebagai induk organisasi. Kedua, kebangkitan rasa nasionalisme seiring berdirinya Budi Utomo pada 1908. Sebelum tahun 1908, perserikatan tersebut hanya beranggotakan bangsa Belanda yang berpangkat tinggi dan menengah. Serikat buruh yang diinisiasi kaum pribumi baru terbentuk pada 1908 yakni melalui Vereniging v. Spoor en Traam Personnel (VSTP) yang beranggotakan para pegawai kereta api partikelir. Perserikatan tersebut dipimpin oleh Semaun dan beranggotakan bangsa Belanda dan pribumi.

Sesudah itu lahir organisasi-organisasi lain yang hanya beranggotakan kalangan pribumi, seperti Perkumpulan Bumiputra Pabean (1911), Perkumpulan Guru Bantu (1912), Persatuan Pegawai Pegadaian Bumputra (1914), Upium Regie Bond (1916), dan Vereniging van Inlandsch Personeel Burgerlijk Openbare Werken (1916). Di sektor partikelir, muncul persatuan dari pegawai perkebunan pada 1915 dan disusul oleh pegawai-pegawai di industri pada 1917, antara lain Personeel Fabriek Bond yang beranggotakan ratusan pegawai pabrik gula di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara dari kalangan bangsa Tionghoa, pada 26 September 1909 di Jakarta dibentuk Tiong Hoa Sim Gee yang dipimpin Lie Yan Hoei.

Pergerakan buruh yang semakin luas ini mengundang reaksi Ketua Persatuan Pegawai Pegadaian Bumiputra, Sosrokardono, dalam kongresnya pada Mei 1919 di Bandung. Dalam orasinya, ia mengatakan, kesatuan buruh berperan penting untuk menekan pemerintah agar memperhatikan dan mempertinggi adanya perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Sebagai respon, kongres SI yang diselenggarakan pada Oktober 1919 mengamini pandangan tersebut melalui pembentukan “panitia pergerakan kaum buruh” yang bertugas mempelajari kebutuhan-kebutuhan pergerakan buruh dan cara mempersatukannya.

Segera setelah itu diselenggarakan rapat pembentukan pada akhir bulan Desember di tahun yang sama di Yogyakarta. Rapat yang diikuti 22 organisasi itu melahirkan sebuah federasi Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) sebagai induk organisasi buruh dari kalangan Indonesia yang pertama. Sebagai ketua Semaun dan Soerjopranoto sebagai wakil ketua, dan nama-nama beken seperti H. Agus Salim dan Alimin sebagai pengurus. Ada hak-hak buruh yang diatur dalam anggaran dasar PPKB. Seperti upah minimum, waktu kerja delapan jam pada siang hari dan enam jam untuk malam hari, serta ketentuan dapat libur selama 14 hari dalam setahun dengan mendapat bayaran. PPKB juga meminta perhatian dari majikan dalam hal jaminan sosial dan hak berpolitik.

Masa Malaise
Pada masa Malaise, persatuan-persatuan buruh bangsa Indonesia tak tinggal diam. Seperti diketahui, krisis Malaise mendesak onderneming-onderneming dan kantor-kantor perdagangan yang mengurangi bahkan menutup usahanya. Akibatnya pemutusan hubungan kerja banyak mendera, dan tingginya angka pengangguran tak bisa dihindarkan.

Tuntutan kaum buruh dan sejumlah pemogokan banyak terjadi antara tahun 1920-1925. Sebagai pelopor adalah Personeel Fabriek Bond pada tahun 1920. Di Surabaya, pada 15 November, aksi pemogokan di Droogdok Maatschappij diikuti sekitar 800 orang. Berturut-turut kemudian aksi buruh pelabuhan Surabaya pada Agustus 1921, 1200 orang dari Persatuan Pegawai Pegadaian Bumiputra pada pertengahan Januari 1922, dan 8500 orang pegawai kereta api dan tram pada April 1923.

Usaha-usaha tersebut membuahkan hasil. Pemerintah mulai berpikir akan adanya UU Perburuhan. Dengan putusan pemerintah tanggal 30 Desember 1921, dibentuklah Kantor Perburuhan (Kantoor van Arbeid) di bawah Departemen Kehakiman. Kantor tersebut merupakan perluasan dari Kantor Pengawasan Perburuhan (Arbeidsinspectie).
Pada permulaan September 1922, badan federasi baru bernama Persatuan Vakbond Hindia (PVH) dibentuk di Madiun. PVH menaungi 23.000 orang anggota, dengan 16.000 anggotanya merupakan pegawai partikelir.

Tekanan dari Pemerintah
Desakan-desakan yang menguat dari kalangan buruh tak membuat pemerintah Hindia Belanda tinggal diam. Mereka membentuk Dewan Perdamaian untuk Spoor dan Tram di Jawa dan Madura yang bertugas menengahi perselisian dalam soal perburuhan. Peraturan ini, pada kenyataannya, tidak pernah dijalankan. Peraturan ini lahir untuk menahan gejolak kesadaran cita-cita nasional yang bisa saja lahir dari perjuangan para buruh untuk memperbaiki upah dan syarat-syarat bekerja. Akibatnya, setiap aksi pemogokan dituduh mempunyai latar belakang politik yang dianggap bertujuan menggulingkan kekuasaan.

Pada 10 Mei 1923, dikeluarkanlah UU larangan bagi siapa saja yang menganjurkan mogok. Apakah peraturan tersebut membungkam pergerakan buruh? Tidak. Pada 21 Juli 1925, pemogokan kembali terjadi di sebuah perusahaan percetakan di Semarang, disusul pemogokan di perusahaan percetakan Van Dorp pada 1 September 1925, dan 5 Oktober dan 19 November di pabrik mesin NI Industrie dan Braat. Akibatnya, banyak pengurus-pengurusnya yang terkemuka ditangkap dengan tuduhan makar.

Reaksi keras terhadap pergerakan buruh memuncak dengan adanya penangkapan besar-besaran pada tahun 1926. Organisasi yang muncul sesudahnya pun banyak yang tak bertahan lama. Serikat Kaum Buruh Indonesia (SKBI) misalnya, hanya bertahan selama setahun karena diituduh berbahaya oleh pemerintah. Penangkapan pemimpin SKBI pun mendorong pembentukan vaksentraal baru. Maka pada sebuah rapat gabungan di Yogayakarta di medio 1929, berdirilah Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri yang diketuai Soeroso. Pada Mei 1930,berdiri Persatuan Serikat Sekerja Indonesia di Surabaya.

Namun krisis yang berjalan sesudah tahun 1929 mengakibatkan kemerosotan keanggotaan serikat buruh. Banyak dari anggota peserikatan yang harus memberhentikan usaha-usahanya dan memberhentikan para pegawainya. Saat itu hanya organisasi dari kalangan bangsa Tionghoa saja yang mampu bertahan. Perkumpulan Kaum Buruh Tionghoa (PKBT) Semarang dan Serikat Buruh Tionghoa dari Bandung dalam sebuah konferensi pada 25 Desember 1933 mendirikan Federasi Kaum Buruh Tionghoa. Seiring dengan berdirinya persatuan buruh Tionghoa, perhatian pemerintah akan penetapan gaji baru pun keluar pada tahun 1934, yang dikenal dengan “HBBL 1934”.

Ordonansi Regeling Arbeidsverhouding yang dikeluarkan pada pertengahan kedua tahun 1940 menjadi angin segar terhadap kelangsungan organisasi buruh partikelir. Ordonansi tersebut memberi dorongan yang kuat bagi buruh di perusahaan-perusahaan partikelir untuk menggalang persatuan.

Tindakan pertama yang mendorong tercapainya suatu gabungan bermula dari Semarang dengan pembentukan Gabungan Serikat-serikat Sekerja Partikelir Indonesia (GASPI) yang diketuai Muhammad Ali. Namun GASPI harus bekerja ekstra keras, mengingat detik-detik menjelang Perang Dunia kedua tak bisa lagi dihindarkan.

Pada masa-masa genting itu, serikat buruh tak lagi bisa bekerja seperti biasanya. Dengan mengerahkan tenaga yang tersisa, GASPI menyelenggarakan konferensi yang kedua pada 11 Januari 1942 di Kota Solo untuk menyempurnakan organisasi. Dari 28 anggota yang bergabung, 24 organisasi mengikuti konferensi tersebut. Dalam konferensi diambil mosi tentang upah minimum dan maksimum waktu kerja, dan resolusi duduknya wakil buruh pada badan-badan penasihat dan pengawasan pada perusahaan-perusahaan penting. Namun apa daya, keadaan tak memihak mereka. Sebulan sesudah konferensi, Belanda menyerah tanpa syarat atas Jepang. Sejak itu, kehidupan organisasi buruh Indonesia kembali harus membangun persatuan untuk memperbaiki kedudukannya.

(Disarikan dari Sandra, Sedjarah Pergerakan Buruh Indonesia, Djakarta: PT Pustaka Rakjat)
Diterbitkan ulang oleh TURC