Rabu, 15 Mei 2013

Pengembangan Uraian J.M. Romein dalam Aera Eropa pada BAB V tentang Nasrani




Pada permulaan tahun masehi, di Romawi, perang saudara berkecamuk begitu hebat. Perpecahan inipun menyebabkan Romawi beralih status. Semula Romawi berstatus Republik, namun pada akhirnya Romawi menyandang status Kekaisaran. Ketika itu dewa-dewa menjadi objek pemenuhan kebutuhan spiritual mereka. Tak heran pada masa itu begitu banyak digelar ritual maupun upacara-upacara persembahan guna menghormati para dewa. Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa dewa-dewa yang mereka sembah, yang tercipta hanya karena rekaan mereka, tidak mampu menjawab berbagai rahasia hidup, rahasia maut, ketidakabadian, penderitaan manusia, dan segala yang dialami manusia di muka bumi. Oleh sebab itu banyak di antara mereka yang melepaskan diri dari kebudayaan tersebut dan mencari ketenangan spiritual di wilayah lain. Sebut saja Dewa Mithras yang dipuja di Asia Depan dan Mesir, dan Dewi Kesuburan Cybele di Asia Kecil, juga menjadi objek sesembahan bangsa Romawi. Kendati demikian, mereka sesungguhnya tetap menyimpan harapan ketenteraman dan kedamaian yang membebaskan mereka dari kesengsaraan. Moksa pun menjadi tujuan akhir mereka.  

Misteri - misteri seputar kehidupan dan kehidupan sesudah mati kemudian terjawab dengan hadirnya agama Nasrani (Kristen) yang memiliki kesamaan corak dengan misteri-misteri tersebut. 

Semisal pada konsep pengkultusan Putra Tuhan yang disalib, meninggal, lalu dibangkitkan kembali dan menjamin kebahagiaan abadi kepada orang saleh sebagai hiburan atas kesengsaraan di dunia. Atau pada konsep 25 Desember, menurut Muhammad Ali Zenjibari dalam bukunya Islam and Christian : A Comparative Study menuliskan bahwa dewa-dewa pagan seperti Bacchus, dewa Yunani; Osiris, dewa Mesir; Attis, dewa Phrygia; Quetzacoati, dewa Phoenica dan Mexico, semuanya dilahirkan pada tanggal 25 Desember. Oleh karena kelahiran mereka jatuh pada 25 Desember, sehingga orang tua mereka harus melakukan upacara perkawinan mereka pada tanggal 25 Maret. Sampai di sini setidaknya kita perlu melihat praktek paganisme kuno di era modern yang mengidentikkan musim semi sebagai musim kebangkitan dan kehidupan. Dengan demikian, dewa-dewa diciptakan atau hamil pada bulan Maret, atau musim semi, dan dilahirkan pada bulan Desember. (Zenjibari, 2001:75).

Zenjibari juga memiliki pemahaman mengenai konsep kebangkitan Putra Tuhan sebagaimana yang dikatakan Romein, musim semi mencirikan kebangkitan jiwa dari kafan kematian dalam tubuh orang mati dan dianggap paganisme sebagai “cara penggambaran proses spiritual selama kelahiran jiwa”. Musim semi juga dianggap membawa semangat baru, sebagaimana musim dingin membawa kematian tumbuh-tumbuhan dan benda-benda alam. Dingin melambangkan kematian dan awal dari kehangatan, sementara sinar matahari dalam musim semi menandakan datangnya kehidupan dan semangat baru dalam seluruh tubuh makhluk. Jadi, teori dan konsep pagan kuno ini diizinkan masuk ke dalam agama Kristen oleh orang-orang Romawi. Alhasil, dalam musim semi yang sama, laki-laki yang dinisbatkan sebagai Putra Tuhan (Yesus) pun bangkit dari kematian, sebagaimana Paskah, dewi musim semi memperoleh kembali kehidupannya pada setiap musim semi yang sama. (Zenjibari, 2001:78). Demikian halnya dengan kepercayaan trinitas yang saat itu begitu populer di Mesir dengan unsur “tiga dalam satu”: Iziris, Auzuris, Huris. Atau Zeus-Poseidon-Pedos pada bangsa Yunani dan Jupiter-Nipton-Pluton pada bangsa Romawi. (Idris, 1991:44).

Meskipun demikian, misteri-misteri yang berkembang pada spiritualitas paganisme bangsa Romawi nampaknya masih sulit disamakan dengan konsep misteri yang ditawarkan agama Nasrani. Agama Nasrani mewarisi agama Yahudi yang monotheisme. Perjanjian Lama, kitab suci agama Yahudi, pun dimasukkan ke dalam Bibel. Perjanjian Lama atau yang disebut sebagai Old Testament atau Kitab Tenakh, terdiri atas tiga bagian, yakni Tora, Nebiim, dan Ketubim. Tora atau Taurat memuat lima kitab, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Sementara Nebiim berarti kitab nabi-nabi terkemudian, yang terdiri atas kitab nabi Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakaria dan Maleakhi. Ketubim berarti pujian, terdiri atas kitab-kitab Zabur atau Mazmur, Amsal Sualiman, Ayub, Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, Ester, Daniel, Ezra, Nehemia, Tawarikh I, dan Tawarikh II. (Handono, 2011:9). Tidak hanya Perjanjian Lama. Keempat Injil yang masing-masing ditulis oleh Matius, Markus, Lukas, Yohannes dimasukkan ke dalam Perjanjian Baru, bersama dengan 13 surat Pulus, 3 surat Yohannes, 1 surat Yakobus, 1 surat Yudas, 2 surat Petrus, 1 surat Lukas kepada orang Ibrani, dan Wahyu kepada Yohannes. (Handono, 2011:9).

Bangsa Yahudi yang telah lama mengharapkan kehadiran Messias atau Juru Selamat. Yesus-lah yang dinisbatkan sebagai Kristos (yang diurapi minyak, juru selamat, diambil dari bahasa Yunani). Agama Kristen memang baru muncul sekitar 30 atau 40-50 Masehi. Ada pula yang mengatakan tahun 80 Masehi. Kemunculannya juga bukan di Nazareth atau Betlehem, melainkan di Antiokhia. Injil menyebutkan, “Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antikohia-lah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen…” (Kisah Para Rasul 11:26). (Handono, 2005:14).

Ketika agama Kristen menyentuh Yunani-Romawi, lalu Syria dan Iskandaria, banyak mengambil unsur Yahudi, bukan agama Yunani karena mereka telah meninggalkan polytheisme lama, melainkan aliran Stoa atau Plato. Keempat evangelis yang menyusun empat Injil dalam Perjanjian Baru, kemungkinan berasal dari lingkungan Nasrani-Yunani. Yohannes juga terpengaruh paham-paham mistik aliran Neo-Platonisme. Satu yang perlu diingat bahwa agama Nasrani adalah transedent, yakni berpaling dari dunia, dan ditujukan kepada surga. 

Di bawah kekuasaan kerajaan Romawi, agama Kristen semakin memperlihatkan eksistensinya. Jumlah pengikutnyapun bertambah. Namun demikian, kaisar-kaisar Romawi yang menyembah banyak dewa, lama kelamaan merasa bahwa agama Kristen adalah ancaman bagi bangsanya. Agama Kristen yang menekankan pada monotheisme mulai mendapat banyak tuntutan terutama pada masa pemerintahan kaisar Decius dan Diocletianus pada abad ketiga. Baru pada abad keempat, sang kaisar, Konstantin, mulai menyerah pada perkembangan agama Kristen yang begitu pesat itu. Pada suatu pertempuran, Konstantin melihat salib di angkasa dengan tulisan In hog sicno vinces (dengan tanda ini engkau akan menang). Konstantin lalu memeluk agama Kristen, dan menjadikan agama itu sebagai agama negara. Ketuhanan Yesus lalu diputuskan pada tahun 325 Masehi pada Konsili Nicea, dan Ketuhanan Roh Kudus juga diputuskan pada tahun 381 Masehi di bawah kepemimpinan Konstantin. (Cahyono, 2005:12). Bangsa Romawi kemudian memberikan sumbangsih kepada agama Kristen berupa jiwa organisasi Romawi, yang menjadikan agama itu memiliki kekhasan dibanding agama lain. Bentuk itu ialah apa yang disebut dengan organisasi gereja. Vatikan-lah yang menjadi pusat organisasi agama Kristen (Kristen-Katholik). Agama Kristen lalu merambah ke berbagai daerah, hingga hirarki organisasi gereja –dari atas ke bawah : Paus, Biskop, Pastur, Kapellanus-. Orang pertama yang menyusun dengan rapi sistem kepausan dan ikut mendukungnya adalah Gregory I (540-609 Masehi). Ketika pengaruh gereja makin luas, Paus diangkat sebagai sumber kekuasaan agama dan dunia, dan menerima kekuasaan tak terbatas. Melanggar titah dan perintahnya adalah dosa besar. Ia mempunyai hak dalam menyusun undang-undang. Para kaisar tidak memiliki jalan lain, selain takluk dan tunduk kepadanya. Semua orang tunduk dalam masalah agama dan dunia kepada lapisan Pastur dan susunan kepegawaian. Mereka seperti bentuk sebuah piramida dan Paus berada di puncaknya. Maka semakin rusaklah keadaan masyarakat. Peristiwa ini terjadi hingga sampai menimbulkan pertentangan antara Paus dan para ilmuwan. (Idris, 1991:80).  

Pada abad keempat dan kelima, kerajaan Romawi terpecah-pecah akibat serbuan bangsa barbar Jerman dan Slavia. Mereka mendirikan kerajaan-kerajaan baru dalam kerajaan Romawi dan kemudian menduduki Roma. Pada tahun 1054, Patriarch Konstantinopel memisahkan diri dari Gereja dan mengepalai gereja, yang kini bernama Gereja Yunani-Orthodox. 

Kristen tidak hanya mengukuhkan kekuatannya dalam hal organisasi saja, melainkan juga dalam bidang pendidikan. Sejak abad keenam, muncul organisasi perbiaraan yang membantu Gereja dalam menyiarkan agama dan peradaban. Biara juga mampu menjadi penggerak pengerjaan tanah dan penegakan industri. Biara kemudian memiliki kekuatan untuk menahan aliran-aliran bid’ah, bekerjasama dengan organisasi kerahiban. Sebagai contoh, kasus pemusnahan aliran bid’ah pernah terjadi pada tahun 385 Masehi, orang-orang Kristen pertama yaitu Priscillianus dari Spanyol dan enam pengikutnya dipancung di Trier-German atas perintah Gereja karena dituduh bid’ah. Kemudian Sekte Manichaean yang dibasmi karena dinyatakan bid’ah atas praktek pengendalian kelahiran yang tidak diajarkan oleh Gereja Katholik. Pembasmian dilakukan seiring dengan kampanye besar-besaran ke seluruh kekaisaran Romawi antara tahun 372 dan 444 Masehi. Ribuan orang menjadi korbannya. (Handono, 2008:40). Baru pada abad ke-16 pertentangan semakin menghebat, hingga menimbulkan gerakan Protestantisme yang berujung pada pembentukan Gereja-Gereja Protestan, sebagai wujud protes terhadap Roma.
Pada agresi Eropa, agama Kristen –Katholicisme, Yunani Orthodoxisme dan Protestantisme- menyimpan peran yang begitu besar. Hal ini disebabkan, orang-orang Eropa yang mayoritas beragama Kristen itupun bersatu terhadap serangan dunia luar. Selain itu, agama Kristen selalu menjadi dalih bagi apa yang dilakukan oleh kaum agressor. Sejarah penemuan daerah baru, yang juga berarti pendudukan daerah lain oleh bangsa Eropa, selalu menuai masalah. Agama Kristen-lah yang menjadi dalihnya. Ratu Spanyol, Victoria, pada tahun 1540 mengatakan bahwa bangsa Spanyol memang berhak menaklukkan daerah-daerah yang tidak memeluk agama Kristen, dengan kewajiban mengKristenkan daerah yang ditaklukkannya dan mendidik penduduknya ke arah yang lebih baik.

Agresi yang mengatasnamakan Kristen berlangsung kira-kira tahun 1100, ketika Perang Salib berawal. Terutama sekali Perang Salib ini dilatarbelakangi oleh perluasan daerah perdagangan di belahan timur Eropa, yang ketika itu banyak dikuasai bangsa Arab. Kristenisasi yang pada mulanya menjadi tujuan utama pun dikesampingkan. Justru orang-orang Eropa banyak menerima ilmu atas peradaban Arab dan Byzantium yang telah maju.

Tahun 1450 bangsa Portugis memulai dengan menaklukkan Afrika. Sementara bangsa Spanyol sendiri telah berhasil menaklukkan Amerika Selatan setelah tahun 1500-an. Pada abad ke-19, ketika imperialisme dan kolonialisme mencapai puncaknya, nampaknya kristenisasi bukanlah topik utama yang mereka pentingkan. Misi mereka adalah membawa peradaban kepada daerah-daerah yang dianggap masih terbelakang.

* * *

KEPUSTAKAAN
Cahyono, Salim Rusydi. 2005. Mencari Domba Tersesat. Bekasi: Bima Rodheta.
Handono, Irena. 2005. Awas Bahaya Kristenisasi di Indonesia. Bekasi: Bima Rodheta.
_____________. 2008. Menyingkap Fitnah dan Teror. Bekasi: Gerbang Publishing.
_____________. 2011. Bibel Bukan Injil. Bekasi: Gerbang Publishing.
Idris, Ahmad. 1991. Sejarah Injil dan Gereja. Jakarta: Gema Insani.
Romein, J. M. 1956. Aera Eropa: Peradaban Eropa Sebagai Penjimpangan dari Pola Umum. Jakarta: NV. Ganaco.
Zenjibari, Muhammad Ali. 2001. Islam and Christian : A Comparative Study. Qum : Ansariyan Publications.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar