Pada permulaan tahun masehi, di
Romawi, perang saudara berkecamuk begitu hebat. Perpecahan inipun menyebabkan
Romawi beralih status. Semula Romawi berstatus Republik, namun pada akhirnya
Romawi menyandang status Kekaisaran. Ketika itu dewa-dewa menjadi objek
pemenuhan kebutuhan spiritual mereka. Tak heran pada masa itu begitu banyak
digelar ritual maupun upacara-upacara persembahan guna menghormati para dewa.
Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa dewa-dewa yang mereka sembah, yang tercipta
hanya karena rekaan mereka, tidak mampu menjawab berbagai rahasia hidup,
rahasia maut, ketidakabadian, penderitaan manusia, dan segala yang dialami
manusia di muka bumi. Oleh sebab itu banyak di antara mereka yang melepaskan
diri dari kebudayaan tersebut dan mencari ketenangan spiritual di wilayah lain.
Sebut saja Dewa Mithras yang dipuja di Asia Depan dan Mesir, dan Dewi Kesuburan
Cybele di Asia Kecil, juga menjadi objek sesembahan bangsa Romawi. Kendati
demikian, mereka sesungguhnya tetap menyimpan harapan ketenteraman dan
kedamaian yang membebaskan mereka dari kesengsaraan. Moksa pun menjadi tujuan
akhir mereka.
Misteri - misteri seputar
kehidupan dan kehidupan sesudah mati kemudian terjawab dengan hadirnya agama
Nasrani (Kristen) yang memiliki kesamaan corak dengan misteri-misteri tersebut.
Semisal pada konsep pengkultusan
Putra Tuhan yang disalib, meninggal, lalu dibangkitkan kembali dan menjamin
kebahagiaan abadi kepada orang saleh sebagai hiburan atas kesengsaraan di
dunia. Atau pada konsep 25 Desember, menurut Muhammad Ali Zenjibari dalam
bukunya Islam and Christian : A Comparative Study menuliskan bahwa dewa-dewa
pagan seperti Bacchus, dewa Yunani; Osiris, dewa Mesir; Attis, dewa Phrygia;
Quetzacoati, dewa Phoenica dan Mexico, semuanya dilahirkan pada tanggal 25
Desember. Oleh karena kelahiran mereka jatuh pada 25 Desember, sehingga orang
tua mereka harus melakukan upacara perkawinan mereka pada tanggal 25 Maret.
Sampai di sini setidaknya kita perlu melihat praktek paganisme kuno di era
modern yang mengidentikkan musim semi sebagai musim kebangkitan dan kehidupan.
Dengan demikian, dewa-dewa diciptakan atau hamil pada bulan Maret, atau musim
semi, dan dilahirkan pada bulan Desember. (Zenjibari, 2001:75).
Zenjibari juga memiliki pemahaman
mengenai konsep kebangkitan Putra Tuhan sebagaimana yang dikatakan Romein,
musim semi mencirikan kebangkitan jiwa dari kafan kematian dalam tubuh orang
mati dan dianggap paganisme sebagai “cara penggambaran proses spiritual selama
kelahiran jiwa”. Musim semi juga dianggap membawa semangat baru, sebagaimana
musim dingin membawa kematian tumbuh-tumbuhan dan benda-benda alam. Dingin
melambangkan kematian dan awal dari kehangatan, sementara sinar matahari dalam
musim semi menandakan datangnya kehidupan dan semangat baru dalam seluruh tubuh
makhluk. Jadi, teori dan konsep pagan kuno ini diizinkan masuk ke dalam agama
Kristen oleh orang-orang Romawi. Alhasil, dalam musim semi yang sama, laki-laki
yang dinisbatkan sebagai Putra Tuhan (Yesus) pun bangkit dari kematian,
sebagaimana Paskah, dewi musim semi memperoleh kembali kehidupannya pada setiap
musim semi yang sama. (Zenjibari, 2001:78). Demikian halnya dengan kepercayaan
trinitas yang saat itu begitu populer di Mesir dengan unsur “tiga dalam satu”:
Iziris, Auzuris, Huris. Atau Zeus-Poseidon-Pedos pada bangsa Yunani dan
Jupiter-Nipton-Pluton pada bangsa Romawi. (Idris, 1991:44).
Meskipun demikian,
misteri-misteri yang berkembang pada spiritualitas paganisme bangsa Romawi
nampaknya masih sulit disamakan dengan konsep misteri yang ditawarkan agama
Nasrani. Agama Nasrani mewarisi agama Yahudi yang monotheisme. Perjanjian Lama,
kitab suci agama Yahudi, pun dimasukkan ke dalam Bibel. Perjanjian Lama atau
yang disebut sebagai Old Testament atau Kitab Tenakh, terdiri atas tiga bagian,
yakni Tora, Nebiim, dan Ketubim. Tora atau Taurat memuat lima kitab, yaitu
Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Sementara Nebiim berarti
kitab nabi-nabi terkemudian, yang terdiri atas kitab nabi Yesaya, Yeremia,
Yehezkiel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya,
Hagai, Zakaria dan Maleakhi. Ketubim berarti pujian, terdiri atas kitab-kitab
Zabur atau Mazmur, Amsal Sualiman, Ayub, Kidung Agung, Rut, Ratapan,
Pengkhotbah, Ester, Daniel, Ezra, Nehemia, Tawarikh I, dan Tawarikh II.
(Handono, 2011:9). Tidak hanya Perjanjian Lama. Keempat Injil yang
masing-masing ditulis oleh Matius, Markus, Lukas, Yohannes dimasukkan ke dalam
Perjanjian Baru, bersama dengan 13 surat Pulus, 3 surat Yohannes, 1 surat
Yakobus, 1 surat Yudas, 2 surat Petrus, 1 surat Lukas kepada orang Ibrani, dan
Wahyu kepada Yohannes. (Handono, 2011:9).
Bangsa Yahudi yang telah lama
mengharapkan kehadiran Messias atau Juru Selamat. Yesus-lah yang dinisbatkan
sebagai Kristos (yang diurapi minyak, juru selamat, diambil dari bahasa
Yunani). Agama Kristen memang baru muncul sekitar 30 atau 40-50 Masehi. Ada
pula yang mengatakan tahun 80 Masehi. Kemunculannya juga bukan di Nazareth atau
Betlehem, melainkan di Antiokhia. Injil menyebutkan, “Mereka tinggal
bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak
orang. Di Antikohia-lah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen…”
(Kisah Para Rasul 11:26). (Handono, 2005:14).
Ketika agama Kristen menyentuh
Yunani-Romawi, lalu Syria dan Iskandaria, banyak mengambil unsur Yahudi, bukan
agama Yunani karena mereka telah meninggalkan polytheisme lama, melainkan
aliran Stoa atau Plato. Keempat evangelis yang menyusun empat Injil dalam
Perjanjian Baru, kemungkinan berasal dari lingkungan Nasrani-Yunani. Yohannes
juga terpengaruh paham-paham mistik aliran Neo-Platonisme. Satu yang perlu
diingat bahwa agama Nasrani adalah transedent, yakni berpaling dari dunia, dan
ditujukan kepada surga.
Di bawah kekuasaan kerajaan
Romawi, agama Kristen semakin memperlihatkan eksistensinya. Jumlah
pengikutnyapun bertambah. Namun demikian, kaisar-kaisar Romawi yang menyembah
banyak dewa, lama kelamaan merasa bahwa agama Kristen adalah ancaman bagi
bangsanya. Agama Kristen yang menekankan pada monotheisme mulai mendapat banyak
tuntutan terutama pada masa pemerintahan kaisar Decius dan Diocletianus pada
abad ketiga. Baru pada abad keempat, sang kaisar, Konstantin, mulai menyerah
pada perkembangan agama Kristen yang begitu pesat itu. Pada suatu pertempuran,
Konstantin melihat salib di angkasa dengan tulisan In hog sicno vinces (dengan
tanda ini engkau akan menang). Konstantin lalu memeluk agama Kristen, dan
menjadikan agama itu sebagai agama negara. Ketuhanan Yesus lalu diputuskan pada
tahun 325 Masehi pada Konsili Nicea, dan Ketuhanan Roh Kudus juga diputuskan
pada tahun 381 Masehi di bawah kepemimpinan Konstantin. (Cahyono, 2005:12).
Bangsa Romawi kemudian memberikan sumbangsih kepada agama Kristen berupa jiwa
organisasi Romawi, yang menjadikan agama itu memiliki kekhasan dibanding agama
lain. Bentuk itu ialah apa yang disebut dengan organisasi gereja. Vatikan-lah
yang menjadi pusat organisasi agama Kristen (Kristen-Katholik). Agama Kristen
lalu merambah ke berbagai daerah, hingga hirarki organisasi gereja –dari atas
ke bawah : Paus, Biskop, Pastur, Kapellanus-. Orang pertama yang menyusun
dengan rapi sistem kepausan dan ikut mendukungnya adalah Gregory I (540-609
Masehi). Ketika pengaruh gereja makin luas, Paus diangkat sebagai sumber
kekuasaan agama dan dunia, dan menerima kekuasaan tak terbatas. Melanggar titah
dan perintahnya adalah dosa besar. Ia mempunyai hak dalam menyusun
undang-undang. Para kaisar tidak memiliki jalan lain, selain takluk dan tunduk
kepadanya. Semua orang tunduk dalam masalah agama dan dunia kepada lapisan
Pastur dan susunan kepegawaian. Mereka seperti bentuk sebuah piramida dan Paus
berada di puncaknya. Maka semakin rusaklah keadaan masyarakat. Peristiwa ini
terjadi hingga sampai menimbulkan pertentangan antara Paus dan para ilmuwan.
(Idris, 1991:80).
Pada abad keempat dan kelima,
kerajaan Romawi terpecah-pecah akibat serbuan bangsa barbar Jerman dan Slavia.
Mereka mendirikan kerajaan-kerajaan baru dalam kerajaan Romawi dan kemudian
menduduki Roma. Pada tahun 1054, Patriarch Konstantinopel memisahkan diri dari
Gereja dan mengepalai gereja, yang kini bernama Gereja Yunani-Orthodox.
Kristen tidak hanya mengukuhkan
kekuatannya dalam hal organisasi saja, melainkan juga dalam bidang pendidikan.
Sejak abad keenam, muncul organisasi perbiaraan yang membantu Gereja dalam
menyiarkan agama dan peradaban. Biara juga mampu menjadi penggerak pengerjaan
tanah dan penegakan industri. Biara kemudian memiliki kekuatan untuk menahan
aliran-aliran bid’ah, bekerjasama dengan organisasi kerahiban. Sebagai contoh,
kasus pemusnahan aliran bid’ah pernah terjadi pada tahun 385 Masehi,
orang-orang Kristen pertama yaitu Priscillianus dari Spanyol dan enam
pengikutnya dipancung di Trier-German atas perintah Gereja karena dituduh bid’ah.
Kemudian Sekte Manichaean yang dibasmi karena dinyatakan bid’ah atas praktek
pengendalian kelahiran yang tidak diajarkan oleh Gereja Katholik. Pembasmian
dilakukan seiring dengan kampanye besar-besaran ke seluruh kekaisaran Romawi
antara tahun 372 dan 444 Masehi. Ribuan orang menjadi korbannya. (Handono,
2008:40). Baru pada abad ke-16 pertentangan semakin menghebat, hingga
menimbulkan gerakan Protestantisme yang berujung pada pembentukan Gereja-Gereja
Protestan, sebagai wujud protes terhadap Roma.
Pada agresi Eropa, agama Kristen
–Katholicisme, Yunani Orthodoxisme dan Protestantisme- menyimpan peran yang
begitu besar. Hal ini disebabkan, orang-orang Eropa yang mayoritas beragama
Kristen itupun bersatu terhadap serangan dunia luar. Selain itu, agama Kristen
selalu menjadi dalih bagi apa yang dilakukan oleh kaum agressor. Sejarah
penemuan daerah baru, yang juga berarti pendudukan daerah lain oleh bangsa
Eropa, selalu menuai masalah. Agama Kristen-lah yang menjadi dalihnya. Ratu
Spanyol, Victoria, pada tahun 1540 mengatakan bahwa bangsa Spanyol memang
berhak menaklukkan daerah-daerah yang tidak memeluk agama Kristen, dengan
kewajiban mengKristenkan daerah yang ditaklukkannya dan mendidik penduduknya ke
arah yang lebih baik.
Agresi yang mengatasnamakan Kristen
berlangsung kira-kira tahun 1100, ketika Perang Salib berawal. Terutama sekali
Perang Salib ini dilatarbelakangi oleh perluasan daerah perdagangan di belahan
timur Eropa, yang ketika itu banyak dikuasai bangsa Arab. Kristenisasi yang
pada mulanya menjadi tujuan utama pun dikesampingkan. Justru orang-orang Eropa
banyak menerima ilmu atas peradaban Arab dan Byzantium yang telah maju.
Tahun 1450 bangsa Portugis
memulai dengan menaklukkan Afrika. Sementara bangsa Spanyol sendiri telah
berhasil menaklukkan Amerika Selatan setelah tahun 1500-an. Pada abad ke-19,
ketika imperialisme dan kolonialisme mencapai puncaknya, nampaknya kristenisasi
bukanlah topik utama yang mereka pentingkan. Misi mereka adalah membawa
peradaban kepada daerah-daerah yang dianggap masih terbelakang.
* * *
KEPUSTAKAAN
Cahyono, Salim Rusydi. 2005.
Mencari Domba Tersesat. Bekasi: Bima Rodheta.
Handono, Irena. 2005. Awas Bahaya
Kristenisasi di Indonesia. Bekasi: Bima Rodheta.
_____________. 2008. Menyingkap
Fitnah dan Teror. Bekasi: Gerbang Publishing.
_____________. 2011. Bibel Bukan
Injil. Bekasi: Gerbang Publishing.
Idris, Ahmad. 1991. Sejarah Injil
dan Gereja. Jakarta: Gema Insani.
Romein, J. M. 1956. Aera Eropa:
Peradaban Eropa Sebagai Penjimpangan dari Pola Umum. Jakarta: NV. Ganaco.
Zenjibari, Muhammad Ali. 2001.
Islam and Christian : A Comparative Study. Qum : Ansariyan Publications.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar