Fadhil Nugroho Adi
Astantya Wulan Sukmawati
Novia Kusmithasari
Risda Guntari
Martina Awisti V.P.
Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara garis besar agama dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu agama samawi dan agama ardhi. Agama samawi
disebut juga sebagai agama tauhid, yang berarti mengesakan Tuhan. Agama samawi
dibawa mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, membawa pesan ajaran
tauhid. Ajaran tauhid yaitu ajaran yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhan Yang
Maha Esa dengan bersumberkan kepada wahyu Allah.
Nama suatu agama dapat dihubungkan
langsung kepada nama Rasul yang membawanya, juga diambil dari nama kaum dimana
Rasul tersebut diutus. Misalnya, Yahudi berasal dari nama keturunan Nabi Ya’kub
yang disebut Yahudi dengan para rasul-Nya seperti Musa AS, Harun AS, dan Daud
AS. Ada juga agama yang diberi nama dengan tempat kelahiran nabinya, seperti
Nabi Isa as untuk Bani Israel disebut dengan agama Nasrani karena asal
kelahiran Nabi Isa itu Nazaret. Agama Nasrani dikenal pula dengan sebutan
Kristen.Istilah Kristen merupakan sebutan untuk Yesus Kristus yang berarti Nabi
Isa AS.
Agama Islam yang diemban oleh nabi
Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab
itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Sebagaimana firman
Allah SWT dalam QS Al-Anbiyaa’:107, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad)
melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.
Islam adalah agama yang benar
berasal dari Allah. Agama yang bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu
dan tempat tertentu. Lingkup keberlakuan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW adalah untuk seluruh ummat manusia, dimana pun mereka berada.
Berdasarkan pernyataan ini Islam dapat diterima oleh segenap manusia di muka
bumi ini. Islam dapat menjadi pedoman hidup dan menyelesaikan persoalan
kehidupan masyarakat modern, sebagaimana ia dapat menjadi pedoman hidup dan
menyelesaikan persoalan kehidupan masyarakat bersahaja. (Djaelani, 2005: 23-26)
Islam dapat diterima di mana saja
dan berkembang di manapun ia berada. Tak terkecuali di Indonesia. Islam di
Indonesia diperkirakan masuk pada abad ke-11, dibuktikan dengan batu nisan betuliskan
huruf Arab yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan,
bernama Fatimah Binti Maimun, yang berrangka tahun 1082 Masehi. Begitu pula
berita dari Marco Polo yang menyatakan, ketika ia singgah di Perlak pada tahun
1292, di sana banyak ditemui penduduk yang telah memeluk agama Islam, dan juga
banyak pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan agama itu. (Puntohendro,
2012: 141).
Tak terkecuali di Pulau Jawa. Di
Jawa dengan mudah dapat kita jumpai kisah mengenai Walisongo, atau sembilan
orang ulama. Diberi julukan demikian karena mereka dianggap sebagai
penyiar-penyiar terpenting dari agama Islam. Anggapan penduduk kelebihannya
karena mereka memiliki kesaktian. Sebagai orang yang dekat dengan Allah, mereka
dianggap mempunyai tenaga gaib, mampunyai kekuatan batin yang sangat berlebih,
dan mempunyai ilmu gaib yang sangat tinggi, sehingga kerap dihubungkan dengan
tasawwuf. Kesembilan wali itu masing-masing diberi gelar “Sunan”, yakni Sunan
Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan
Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), dan satu
anggota wali yang dianggap memiliki ajaran Islam menyimpang, yakni Syekh Siti
Jenar (kerap disebut Syekh Lemah Abang). (Puntohendro, 2012: 149)
Salah satu sunan yang dianggap
memiliki daya linuwih dan rasa
kepekaan sosial yang tinggi adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga yang kini
dimakamkan di Kadilangu merupakan sosok penyebar agama Islam yang dekat dan
kental dengan kebudayaan Jawa, termasuk wayang kulit, gamelan, tembang-tembang
macapat dan lain sebagainya. Untuk itulah kami mencoba menarik penelitian
mengenai Sunan Kalijaga, ditinjau pula dari keberadaan makam beliau pada era
modern seperti saat ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut,
kami mencoba merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah sejarah Sunan Kalijaga
sehingga dikenal luas sebagai anggota Walisongo?
2.
Bagaimanakah sosok Sunan Kalijaga dalam
kaitannya dengan kebudayaan Jawa?
3.
Bagaimanakah masyarakat menyikapi
keberadaan makam Sunan Kalijaga dan Masjid Kadilangu sebagai tempat
peristirahatan terakhir Sunan Kalijaga?
C.
Tinjauan Pustaka
Kajian
dalam laporan penelitian ini kami gabungkan dengan literatur-literatur terkait
yang berhubungan dengan keIslaman, baik secara universal maupun lokal. Adapun
referensi yang kami gunakan ialah dari Bisri M. Djaelani (2005) yang mengupas
seluk beluk Islam secara universal; Eko Puntohendro (2012) yang menelusur
sisi-sisi kebudayaan Islam; Prof. Dr. Slamet Muljana (2005) yang membahas
keruntuhan kerajaan Hindu-Jawa dan kebangkitan hegemoni Islam di Jawa;
Mundzirin Yusuf, ed. (2006) yang mengisahkan kepada kami mengenai sejarah
peradaban Islam di Indonesia; serta hasil kajian Seksi Kesejarahan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata (2011) yang secara rinci menjabarkan tempat-tempat
religi bersejarah di Jawa.
D. Kerangka Teori
Dalam
penelitian ini kami mempergunakan beberapa teori untuk mendukung kajian kami,
antara lain:
1. Teori Marrison
Teori ini menyebutkan
jika Islam berasal dari Gujarat atau Bengal. ia menyebut Islam berasal dari
Coromandel pada akhir abad ke-XIII. Pendapatnya ini mendukung pendapat Arnold
yang menyebut jika Islam berasal dari Coromandel dan Malabar karena ada
persamaan dengan mahzab di Indonesia, yakni mahzab syafi’i.
2. Teori Pola Pembentukan Budaya dalam
Proses Pembentukan Negara/Kerajaan Islam dengan Pola Jawa
Dalam teori ini, Islam
mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang telah mapan
berpusat di Majapahit. Terutama di Demak, kerajaan Demak tidak saja harus
menghadapi masalah legitimasi politik tetapi juga panggilan kultural untuk
kontinuitas. Tanpa itu ia tidak pernah diakui sebagai keraton pusat. Oleh sebab
itu raja menjadi pusat kekuasaan dan pusat alam semesta. Gelar susuhunan dan
panatagama mencerminkan ke arah tersebut. Hegemoni politik Jawa bergeser dari
pesisir ke pedalaman. Perpindahan keraton menyebabkan tiga lembaga utama:
keraton sebagai pusat kekuasaan, pasar-pesantren sebagai pusat keagamaan terpisah.
Untuk memantapkan diri sebagai hegemoni politik, pasar dan pesantren diperangi.
(Alamsyah, 2012)
E.
Metode Penelitian
Kami
menggunakan metode penelitian secara kualitatif, dengan mempergunakan media
bantu seperti media perrekam, dan melakukan observasi selama satu hari ke makam
Kadilangu yang terletak di Demak. Observasi kami maksudkan untuk mengenal lebih
jauh suasana makam yang notabene makam “orang suci”, dan wawancara kami lakukan
dengan juru kunci setempat untuk memudahkan kami menggali informasi lebih jauh
mengenai adat tradisi yang terdapat di makam Kadilangu.
BAB
II
GAMBARAN
UMUM
Kabupaten Demak
terdiri atas 14 kecamatan yaitu kecamatan Demak, Wonosalam, Karang Tengah,
Bonang, Wedung, Mijen, Karang Anyar, Gajah, Dempet, Guntur, Sayung, Mranggen,
Karang Awen dan Kebon Agung, yang dibagi lagi atas sejumlah 249 desa dan
kelurahan terdiri dari 243 desa dan 6 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di
Kecamatan Demak.
Kata Demak itu
adalah berasal dari kata Bahasa Arab, yaitu Dhima' yang artinya rawa. Hal ini
mengingat tanah di Demak adalah tanah bekas rawa alias tanah lumpur. Bahkan
sampai sekarang jika Musim Hujan di daerah demak sering digenangi air,dan pada
musim kemarau tanahnya banyak yang retak, maklumlah karena tanahnya tanah bekas
rawa alias tanah lumpur. Karena tanah demak adalah tanah labil, maka jalan raya
yang dibangun gampang rusak, oleh karena itu jalan raya di Demak menggunakan
beton.
Kabupaten Demak
adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang terletak pada 6º43'26" -
7º09'43" LS dan 110º48'47" BT dan terletak sekitar 25 km di sebelah
timur Kota Semarang. Demak dilalui jalan negara (pantura) yang menghubungkan
Jakarta-Semarang-Surabaya-Banyuwangi.
Kabupaten Demak
memiliki luas wilayah seluas ± 1.149,07 KM², yang terdiri dari daratan seluas ±
897,43 KM², dan lautan seluas ± 252,34 KM². Sedangkan kondisi tekstur tanahnya,
wilayah Kabupaten Demak terdiri atas tekstur tanah halus (liat) dan tekstur
tanah sedang (lempung). Dilihat dari sudut kemiringan tanah, rata-rata datar.
Dengan ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut (sudut elevasi)
wilayah Kabupaten Demak terletak mulai dari 0 M sampai dengan 100 M.
Beberapa sungai
yang mengalir di Demak antara lain: Kali Tuntang, Kali Buyaran, dan yang
terbesar adalah Kali Serang yang membatasi Kabupaten Demak dengan Kabupaten
Kudus dan Jepara.
Kabupaten
Demak mempunyai pantai sepanjang 34,1 Km, terbentang di 13 desa yaitu desa
Sriwulan, Bedono, Timbulsloko dan Surodadi (Kecamatan Sayung), kemudian Desa
Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa Morodemak, Purworejo dan Desa
Betahwalang (Kecamatan Bonang) selanjutnya Desa Wedung, Berahankulon,
Berahanwetan, Wedung dan Babalan (Kecamatan Wedung). Sepanjang pantai Demak
ditumbuhi vegetasi mangrove seluas sekitar 476 Ha.
BAB
III
SUNAN
KALIJAGA DAN PAMORNYA DI ERA GLOBAL
A.
Riwayat Sunan Kalijaga
Nama Sunan
Kalijaga sangat terkenal dalam Babad Tanah Jawi. ia dipandang sebagai salah
satu dari sembilan wali yang banyak memperlihatkan mukjizat. Dalam babad Tanah
jawi, dikatakan bahwa Sunan Kalijaga waktu muda bernama Raden Said. Ia adalah
putra bupati Wilwatikta, saudara Ni Gede Manila, sebagai ipar Sunan Ampel.
Sebelum bertaubat, ia banyak berbuat kejahatan. Namun, semenjak bertemu dengan
Sunan Bonang, ia menjadi orang yang sangat seleh, bahkan menjadi salah satu
dari wali sembilan. Karomah yang dipertunjukkan di antaranya adalah penciptaan saka tal atau tiang tal Masjid Demak.
Nama Sunan Kalijaga dihubungkan dengan saka tal Masjid Demak. Dongengan tentang
saka tal ini sangat menarik perhatian. (Yusuf, 2006 : 100).
Sunan
Kalijaga adalah putera adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau
Raden Sahur. Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian
dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang
kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul
umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga
disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq. Ketika wafat, Sunan
Kalijaga dimakamkan di desa Kadilangu, sekitar 3 kilometer sebelah timur kota
Demak (Sulistiono : 33).
Secara
umum, fungsi wali pada zaman awal perkembangan Islam di pulau Jawa adalah:
1.
Seorang wali tidak mengembangkan wilayah
dan menjalankan pengaruh secara luas, umpamanya Sunan Giri.
2.
Seorang wali tidak mengembangkan
pengaruh politik, dam selanjutnya kekuasaan politik ada di tangan raja, umpama
di Demak dan di Kudus.
3.
Seorang wali mengembangkan wilayah dan
melembagakannya sebagai kerajaan, tanpa mengurangi kekuasaan religius,
umpamanya Sunan Kalijaga. (Yusuf, 2006: 76).
Muncul riwayat
lain yang mengidentifikasikan Sunan Kalijaga sebagai pemuda China yang bernama
Gan Si Cang. Gan Si Cang merupakan putra Gan Eng Cu. Ia bekerjasama dengan Kin
Sang dan berhasil membangun kembali penggergajian kayu dan galangan kapal
Semarang yang sudah sangat terbengkalai.
Pada tahun 1841,
atas desakan para tukang kayu di galangan kapal Semarang, Gan Si Cang, selaku
kapten Cina, menyampaikan permohonan kepada Kin San untuk ikut membantu
penyelesaian masjid Demak. Permohonan itu dilanjutkan kepada Jin Bun sebagai
penguasa tertinggi di Demak dan Jin Bun pun menyetujuinya. Demikianlah
pembangunan masjid Demak itu diselesaikan oleh tukang-tukang kayu di galangan
kapal Semarang, di bawah pimpinan Gan Si Cang selaku kapten China. Saka tal
masjid Demak dibikin menurut konstruksi tiang kapal, dan Gan Si Cang-lah yang
menggerakkan tenaga kerja tukang-tukang kayu itu di galangan kapal.
Demikianlah, Sunan Kalijaga yang waktu mudanya bernama Raden Said itu dapat
diidentifikasikan dengan Gan Si Cang, kapten Cina Semarang, kapten Cina
Semarang, putra Gan Eng Cu alias Arya Tedja di Tuban. (Yusuf, 2006 : 101).
C.
Ajaran Hidup Sunan Kalijaga
1.
Marsudi Ajining Sarira, artinya
menghargai orang lain
2.
Manembah, artinya menyembah Allah SWT
dan mematuhi perintah serta menjauhi larangan-Nya
3.
Mangabdi, artinya berbakti kepada orang
tua yang telah melahirkan dan membesarkan
4.
Maguru, artinya, mencari Ilmu
5.
Mertapa, artinya laku sederhana,
prihatin, tidak berlebihan
6.
Makarya, sebagai syarat dan bekal hidup
di dunia.
D. Makam Kadilangu dan Modernitas
1. Bangunan Makam
Saat wafatnya Sunan
Kalijaga tidak diketahui. Beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, sebelah timur
kota Bintoro, Demak. Halaman kompleks makam ini cukup luas, dikelilingi tembok
dengan gapura berpintu. Bangunan cungkup makam Sunan Kalijaga sangat indah, atap
bangunan atap tumpang dan tiang-tiangnya dari kayu yang kuat. Pintu masuknya
diapit jendela-jendela kayu berukir, demikian juga dinding cungkup makam diberi
hiasan ukiran. Bangunan arsitektur Jawa dengan atap tumpang meruncing dengan
mustaka disebut bangunan tajug,
merupakan pengaruh dari arsitektur pra-Islam yang melambangkan kesucian atau
gunung suci. Bangunan berbentuk tajug
ini di Jawa memang diperuntukkan bagi bangunan masjid dan cungkup makam atau
untuk bangunan yang bersifat keramat.
2. Bangunan Masjid
Di belakang cungkup
makam Sunan Kalijaga tetapi masih di dalam kompleks makam, dijumpai masjid
makam Sunan Kalijaga. Bangunan inti masih menunjukkan kekunoannya dan tentu
saja merupakan benda cagar budaya, tetapi sudah ditambah dengan bangunan
serambi yang baru.
3. Ragam Hias
Makamnya itu sendiri
yaitu jiratnya dan nisannya yang berada di dalam kamar atau bilik khusus, tidak
berhasil didokumentasikan karena terjadi kesulitan teknis. Seperti sudah
dituturkan sebelumnya, bagian yang diberi pahatan ragam hias ialah dinding
kamar makam beserta pintu dan jendelanya. Ukiran seni hias Jepara ini sangat
indah sehingga bagi bentuk dan gaya itu mengandung simbol-simbol sendiri yang
maknanya rumit dan penuh mistik. Di puncak atap tumpang terdapat hiasan mustaka
atau kemuncak sebagai lambang keesaan dan kekuasaan Tuhan.
4. Ritual di Makam Sunan Kalijaga
Setiap
Idul Adha, pada 10 Dzulhijjah, diaadakan penjamasan pusaka baju Kutang
Antakusuma, keris kyai Surukan. Tiap tahun ritual tersebut dilakukan oleh juru
kunci yang dilakukan oleh cucu-cucunya. Ritual dilakukan dengan kembang
kenanga, kembang melati, dan minyak kelapa. Ritual tersebut masih sering
didatangi masyarakat dengan harapan akan menerima berkah dari air bekas jamasan
tersebut.
BAB IV
SIMPULAN
Sunan
Kalijaga adalah putra bupati Wilwatikta, saudara Ni Gede Manila, sebagai ipar
Sunan Ampel. Sebelum bertaubat, ia banyak berbuat kejahatan. Namun, semenjak
bertemu dengan Sunan Bonang, ia menjadi orang yang sangat seleh, bahkan menjadi
salah satu dari wali sembilan. Karomah yang dipertunjukkan di antaranya adalah
penciptaan saka tal atau tiang tal
Masjid Demak. Nama Sunan Kalijaga dihubungkan dengan saka tal Masjid Demak.
Saat
ini masyarakat sekitar masih sering mengunjungi makam Sunan Kalijaga dengan
bertujuan mengharap berkah dari makam Sunan Kalijaga dan air yang terdapat di
gentong keramat di dalamnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hendro, Eko Punto.2012.Sejarah Kebudayaan Indonesia.Semarang:Bina
Grafika.
Muljana,Slamet.2005.Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa Dan Timbulnya
Negara-negara Islam di Nusantara.Yogyakarta:PT. LKIS Pelangi Aksara.
Seksi
Kesejarahan Bidang Kesejarahan Dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan Dan
Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.2011.sejarah
Wisata Religi Jawa Tengah.Semarang: Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata
Provinsi Jawa Tengah.
Sulistiono.tt.Mengenal Masjid Agung Demak dan Penyebaran
Islam di Jawa.Demak:Pelangi Publishing
Yusuf,Mundzirin,dkk.2006.Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia.Yogyakarta:Kelompok
Penerbit Pinus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar