Kamis, 27 September 2012

SUNAN KALIJAGA DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI JAWA





Ditulis Oleh :

Fadhil Nugroho Adi                
Astantya Wulan Sukmawati  
Novia Kusmithasari              
Risda Guntari            
Martina Awisti V.P.               

Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Secara garis besar agama dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu agama samawi dan agama ardhi. Agama samawi disebut juga sebagai agama tauhid, yang berarti mengesakan Tuhan. Agama samawi dibawa mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, membawa pesan ajaran tauhid. Ajaran tauhid yaitu ajaran yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan bersumberkan kepada wahyu Allah.
            Nama suatu agama dapat dihubungkan langsung kepada nama Rasul yang membawanya, juga diambil dari nama kaum dimana Rasul tersebut diutus. Misalnya, Yahudi berasal dari nama keturunan Nabi Ya’kub yang disebut Yahudi dengan para rasul-Nya seperti Musa AS, Harun AS, dan Daud AS. Ada juga agama yang diberi nama dengan tempat kelahiran nabinya, seperti Nabi Isa as untuk Bani Israel disebut dengan agama Nasrani karena asal kelahiran Nabi Isa itu Nazaret. Agama Nasrani dikenal pula dengan sebutan Kristen.Istilah Kristen merupakan sebutan untuk Yesus Kristus yang berarti Nabi Isa AS.
            Agama Islam yang diemban oleh nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al-Anbiyaa’:107, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.
            Islam adalah agama yang benar berasal dari Allah. Agama yang bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu dan tempat tertentu. Lingkup keberlakuan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk seluruh ummat manusia, dimana pun mereka berada. Berdasarkan pernyataan ini Islam dapat diterima oleh segenap manusia di muka bumi ini. Islam dapat menjadi pedoman hidup dan menyelesaikan persoalan kehidupan masyarakat modern, sebagaimana ia dapat menjadi pedoman hidup dan menyelesaikan persoalan kehidupan masyarakat bersahaja.  (Djaelani, 2005: 23-26)
            Islam dapat diterima di mana saja dan berkembang di manapun ia berada. Tak terkecuali di Indonesia. Islam di Indonesia diperkirakan masuk pada abad ke-11, dibuktikan dengan batu nisan betuliskan huruf Arab yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan, bernama Fatimah Binti Maimun, yang berrangka tahun 1082 Masehi. Begitu pula berita dari Marco Polo yang menyatakan, ketika ia singgah di Perlak pada tahun 1292, di sana banyak ditemui penduduk yang telah memeluk agama Islam, dan juga banyak pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan agama itu. (Puntohendro, 2012: 141).
            Tak terkecuali di Pulau Jawa. Di Jawa dengan mudah dapat kita jumpai kisah mengenai Walisongo, atau sembilan orang ulama. Diberi julukan demikian karena mereka dianggap sebagai penyiar-penyiar terpenting dari agama Islam. Anggapan penduduk kelebihannya karena mereka memiliki kesaktian. Sebagai orang yang dekat dengan Allah, mereka dianggap mempunyai tenaga gaib, mampunyai kekuatan batin yang sangat berlebih, dan mempunyai ilmu gaib yang sangat tinggi, sehingga kerap dihubungkan dengan tasawwuf. Kesembilan wali itu masing-masing diberi gelar “Sunan”, yakni Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), dan satu anggota wali yang dianggap memiliki ajaran Islam menyimpang, yakni Syekh Siti Jenar (kerap disebut Syekh Lemah Abang). (Puntohendro, 2012: 149)
            Salah satu sunan yang dianggap memiliki daya linuwih dan rasa kepekaan sosial yang tinggi adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga yang kini dimakamkan di Kadilangu merupakan sosok penyebar agama Islam yang dekat dan kental dengan kebudayaan Jawa, termasuk wayang kulit, gamelan, tembang-tembang macapat dan lain sebagainya. Untuk itulah kami mencoba menarik penelitian mengenai Sunan Kalijaga, ditinjau pula dari keberadaan makam beliau pada era modern seperti saat ini.
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang tersebut, kami mencoba merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah sejarah Sunan Kalijaga sehingga dikenal luas sebagai anggota Walisongo?
2.      Bagaimanakah sosok Sunan Kalijaga dalam kaitannya dengan kebudayaan Jawa?
3.      Bagaimanakah masyarakat menyikapi keberadaan makam Sunan Kalijaga dan Masjid Kadilangu sebagai tempat peristirahatan terakhir Sunan Kalijaga?

C. Tinjauan Pustaka
            Kajian dalam laporan penelitian ini kami gabungkan dengan literatur-literatur terkait yang berhubungan dengan keIslaman, baik secara universal maupun lokal. Adapun referensi yang kami gunakan ialah dari Bisri M. Djaelani (2005) yang mengupas seluk beluk Islam secara universal; Eko Puntohendro (2012) yang menelusur sisi-sisi kebudayaan Islam; Prof. Dr. Slamet Muljana (2005) yang membahas keruntuhan kerajaan Hindu-Jawa dan kebangkitan hegemoni Islam di Jawa; Mundzirin Yusuf, ed. (2006) yang mengisahkan kepada kami mengenai sejarah peradaban Islam di Indonesia; serta hasil kajian Seksi Kesejarahan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2011) yang secara rinci menjabarkan tempat-tempat religi bersejarah di Jawa.

D. Kerangka Teori
            Dalam penelitian ini kami mempergunakan beberapa teori untuk mendukung kajian kami, antara lain:


1.      Teori Marrison
Teori ini menyebutkan jika Islam berasal dari Gujarat atau Bengal. ia menyebut Islam berasal dari Coromandel pada akhir abad ke-XIII. Pendapatnya ini mendukung pendapat Arnold yang menyebut jika Islam berasal dari Coromandel dan Malabar karena ada persamaan dengan mahzab di Indonesia, yakni mahzab syafi’i.
2.      Teori Pola Pembentukan Budaya dalam Proses Pembentukan Negara/Kerajaan Islam dengan Pola Jawa
Dalam teori ini, Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang telah mapan berpusat di Majapahit. Terutama di Demak, kerajaan Demak tidak saja harus menghadapi masalah legitimasi politik tetapi juga panggilan kultural untuk kontinuitas. Tanpa itu ia tidak pernah diakui sebagai keraton pusat. Oleh sebab itu raja menjadi pusat kekuasaan dan pusat alam semesta. Gelar susuhunan dan panatagama mencerminkan ke arah tersebut. Hegemoni politik Jawa bergeser dari pesisir ke pedalaman. Perpindahan keraton menyebabkan tiga lembaga utama: keraton sebagai pusat kekuasaan, pasar-pesantren sebagai pusat keagamaan terpisah. Untuk memantapkan diri sebagai hegemoni politik, pasar dan pesantren diperangi. (Alamsyah, 2012)

E. Metode Penelitian
            Kami menggunakan metode penelitian secara kualitatif, dengan mempergunakan media bantu seperti media perrekam, dan melakukan observasi selama satu hari ke makam Kadilangu yang terletak di Demak. Observasi kami maksudkan untuk mengenal lebih jauh suasana makam yang notabene makam “orang suci”, dan wawancara kami lakukan dengan juru kunci setempat untuk memudahkan kami menggali informasi lebih jauh mengenai adat tradisi yang terdapat di makam Kadilangu.



BAB II
GAMBARAN UMUM


Kabupaten Demak terdiri atas 14 kecamatan yaitu kecamatan Demak, Wonosalam, Karang Tengah, Bonang, Wedung, Mijen, Karang Anyar, Gajah, Dempet, Guntur, Sayung, Mranggen, Karang Awen dan Kebon Agung, yang dibagi lagi atas sejumlah 249 desa dan kelurahan terdiri dari 243 desa dan 6 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Demak.
Kata Demak itu adalah berasal dari kata Bahasa Arab, yaitu Dhima' yang artinya rawa. Hal ini mengingat tanah di Demak adalah tanah bekas rawa alias tanah lumpur. Bahkan sampai sekarang jika Musim Hujan di daerah demak sering digenangi air,dan pada musim kemarau tanahnya banyak yang retak, maklumlah karena tanahnya tanah bekas rawa alias tanah lumpur. Karena tanah demak adalah tanah labil, maka jalan raya yang dibangun gampang rusak, oleh karena itu jalan raya di Demak menggunakan beton.
Kabupaten Demak adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang terletak pada 6º43'26" - 7º09'43" LS dan 110º48'47" BT dan terletak sekitar 25 km di sebelah timur Kota Semarang. Demak dilalui jalan negara (pantura) yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya-Banyuwangi.
Kabupaten Demak memiliki luas wilayah seluas ± 1.149,07 KM², yang terdiri dari daratan seluas ± 897,43 KM², dan lautan seluas ± 252,34 KM². Sedangkan kondisi tekstur tanahnya, wilayah Kabupaten Demak terdiri atas tekstur tanah halus (liat) dan tekstur tanah sedang (lempung). Dilihat dari sudut kemiringan tanah, rata-rata datar. Dengan ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut (sudut elevasi) wilayah Kabupaten Demak terletak mulai dari 0 M sampai dengan 100 M.
Beberapa sungai yang mengalir di Demak antara lain: Kali Tuntang, Kali Buyaran, dan yang terbesar adalah Kali Serang yang membatasi Kabupaten Demak dengan Kabupaten Kudus dan Jepara.

Kabupaten Demak mempunyai pantai sepanjang 34,1 Km, terbentang di 13 desa yaitu desa Sriwulan, Bedono, Timbulsloko dan Surodadi (Kecamatan Sayung), kemudian Desa Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa Morodemak, Purworejo dan Desa Betahwalang (Kecamatan Bonang) selanjutnya Desa Wedung, Berahankulon, Berahanwetan, Wedung dan Babalan (Kecamatan Wedung). Sepanjang pantai Demak ditumbuhi vegetasi mangrove seluas sekitar 476 Ha.


BAB III
SUNAN KALIJAGA DAN PAMORNYA DI ERA GLOBAL


A. Riwayat Sunan Kalijaga
            Nama Sunan Kalijaga sangat terkenal dalam Babad Tanah Jawi. ia dipandang sebagai salah satu dari sembilan wali yang banyak memperlihatkan mukjizat. Dalam babad Tanah jawi, dikatakan bahwa Sunan Kalijaga waktu muda bernama Raden Said. Ia adalah putra bupati Wilwatikta, saudara Ni Gede Manila, sebagai ipar Sunan Ampel. Sebelum bertaubat, ia banyak berbuat kejahatan. Namun, semenjak bertemu dengan Sunan Bonang, ia menjadi orang yang sangat seleh, bahkan menjadi salah satu dari wali sembilan. Karomah yang dipertunjukkan di antaranya adalah penciptaan saka tal atau tiang tal Masjid Demak. Nama Sunan Kalijaga dihubungkan dengan saka tal Masjid Demak. Dongengan tentang saka tal ini sangat menarik perhatian. (Yusuf, 2006 : 100).
            Sunan Kalijaga adalah putera adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq. Ketika wafat, Sunan Kalijaga dimakamkan di desa Kadilangu, sekitar 3 kilometer sebelah timur kota Demak (Sulistiono : 33).
            Secara umum, fungsi wali pada zaman awal perkembangan Islam di pulau Jawa adalah:
1.      Seorang wali tidak mengembangkan wilayah dan menjalankan pengaruh secara luas, umpamanya Sunan Giri.
2.      Seorang wali tidak mengembangkan pengaruh politik, dam selanjutnya kekuasaan politik ada di tangan raja, umpama di Demak dan di Kudus.
3.      Seorang wali mengembangkan wilayah dan melembagakannya sebagai kerajaan, tanpa mengurangi kekuasaan religius, umpamanya Sunan Kalijaga. (Yusuf, 2006: 76).
Muncul riwayat lain yang mengidentifikasikan Sunan Kalijaga sebagai pemuda China yang bernama Gan Si Cang. Gan Si Cang merupakan putra Gan Eng Cu. Ia bekerjasama dengan Kin Sang dan berhasil membangun kembali penggergajian kayu dan galangan kapal Semarang yang sudah sangat terbengkalai.
Pada tahun 1841, atas desakan para tukang kayu di galangan kapal Semarang, Gan Si Cang, selaku kapten Cina, menyampaikan permohonan kepada Kin San untuk ikut membantu penyelesaian masjid Demak. Permohonan itu dilanjutkan kepada Jin Bun sebagai penguasa tertinggi di Demak dan Jin Bun pun menyetujuinya. Demikianlah pembangunan masjid Demak itu diselesaikan oleh tukang-tukang kayu di galangan kapal Semarang, di bawah pimpinan Gan Si Cang selaku kapten China. Saka tal masjid Demak dibikin menurut konstruksi tiang kapal, dan Gan Si Cang-lah yang menggerakkan tenaga kerja tukang-tukang kayu itu di galangan kapal. Demikianlah, Sunan Kalijaga yang waktu mudanya bernama Raden Said itu dapat diidentifikasikan dengan Gan Si Cang, kapten Cina Semarang, kapten Cina Semarang, putra Gan Eng Cu alias Arya Tedja di Tuban. (Yusuf, 2006 : 101).

C. Ajaran Hidup Sunan Kalijaga
1.      Marsudi Ajining Sarira, artinya menghargai orang lain
2.      Manembah, artinya menyembah Allah SWT dan mematuhi perintah serta menjauhi larangan-Nya
3.      Mangabdi, artinya berbakti kepada orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan
4.      Maguru, artinya, mencari Ilmu
5.      Mertapa, artinya laku sederhana, prihatin, tidak berlebihan
6.      Makarya, sebagai syarat dan bekal hidup di dunia.

D. Makam Kadilangu dan Modernitas
1.      Bangunan Makam
Saat wafatnya Sunan Kalijaga tidak diketahui. Beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, sebelah timur kota Bintoro, Demak. Halaman kompleks makam ini cukup luas, dikelilingi tembok dengan gapura berpintu. Bangunan cungkup makam Sunan Kalijaga sangat indah, atap bangunan atap tumpang dan tiang-tiangnya dari kayu yang kuat. Pintu masuknya diapit jendela-jendela kayu berukir, demikian juga dinding cungkup makam diberi hiasan ukiran. Bangunan arsitektur Jawa dengan atap tumpang meruncing dengan mustaka disebut bangunan tajug, merupakan pengaruh dari arsitektur pra-Islam yang melambangkan kesucian atau gunung suci. Bangunan berbentuk tajug ini di Jawa memang diperuntukkan bagi bangunan masjid dan cungkup makam atau untuk bangunan yang bersifat keramat.
2.      Bangunan Masjid
Di belakang cungkup makam Sunan Kalijaga tetapi masih di dalam kompleks makam, dijumpai masjid makam Sunan Kalijaga. Bangunan inti masih menunjukkan kekunoannya dan tentu saja merupakan benda cagar budaya, tetapi sudah ditambah dengan bangunan serambi yang baru.
3.      Ragam Hias
Makamnya itu sendiri yaitu jiratnya dan nisannya yang berada di dalam kamar atau bilik khusus, tidak berhasil didokumentasikan karena terjadi kesulitan teknis. Seperti sudah dituturkan sebelumnya, bagian yang diberi pahatan ragam hias ialah dinding kamar makam beserta pintu dan jendelanya. Ukiran seni hias Jepara ini sangat indah sehingga bagi bentuk dan gaya itu mengandung simbol-simbol sendiri yang maknanya rumit dan penuh mistik. Di puncak atap tumpang terdapat hiasan mustaka atau kemuncak sebagai lambang keesaan dan kekuasaan Tuhan.
4.      Ritual di Makam Sunan Kalijaga
Setiap Idul Adha, pada 10 Dzulhijjah, diaadakan penjamasan pusaka baju Kutang Antakusuma, keris kyai Surukan. Tiap tahun ritual tersebut dilakukan oleh juru kunci yang dilakukan oleh cucu-cucunya. Ritual dilakukan dengan kembang kenanga, kembang melati, dan minyak kelapa. Ritual tersebut masih sering didatangi masyarakat dengan harapan akan menerima berkah dari air bekas jamasan tersebut.


BAB IV
SIMPULAN


            Sunan Kalijaga adalah putra bupati Wilwatikta, saudara Ni Gede Manila, sebagai ipar Sunan Ampel. Sebelum bertaubat, ia banyak berbuat kejahatan. Namun, semenjak bertemu dengan Sunan Bonang, ia menjadi orang yang sangat seleh, bahkan menjadi salah satu dari wali sembilan. Karomah yang dipertunjukkan di antaranya adalah penciptaan saka tal atau tiang tal Masjid Demak. Nama Sunan Kalijaga dihubungkan dengan saka tal Masjid Demak.
            Saat ini masyarakat sekitar masih sering mengunjungi makam Sunan Kalijaga dengan bertujuan mengharap berkah dari makam Sunan Kalijaga dan air yang terdapat di gentong keramat di dalamnya.

 
DAFTAR PUSTAKA
Hendro, Eko Punto.2012.Sejarah Kebudayaan Indonesia.Semarang:Bina Grafika.
Muljana,Slamet.2005.Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa Dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara.Yogyakarta:PT. LKIS Pelangi Aksara.
Seksi Kesejarahan Bidang Kesejarahan Dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.2011.sejarah Wisata Religi Jawa Tengah.Semarang: Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
Sulistiono.tt.Mengenal Masjid Agung Demak dan Penyebaran Islam di Jawa.Demak:Pelangi Publishing
Yusuf,Mundzirin,dkk.2006.Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia.Yogyakarta:Kelompok Penerbit Pinus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar