Rabu, 04 September 2013

INDONESIA DI TITIK GERILYA : Peristiwa Agresi Militer Belanda II - Perjanjian Roem Royen 1948-1949 (Pendahuluan)



INDONESIA DI TITIK GERILYA : Peristiwa Agresi Militer Belanda II  - Perjanjian Roem Royen  1948-1949 
Penulis : Fadhil Nugroho Adi



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Setelah Indonesia berhasil mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan berarti revolusi Indonesia berakhir. Jika Bung Hatta mengatakan revolusi sudah berakhir secara fisik, maka, sesungguhnya, justru di sinilah babak baru revolusi Indonesia dimulai. PRRI/Permesta, Pertempuran Lima Hari di Semarang, Palagan Ambarawa, DI/TII, dan lainnya, merupakan aksi-aksi pergolakan dari dalam negeri, yang justru merapuhkan jalannya pemerintahan yang baru tegak berdiri. Tak hanya benturan secara fisik, benturan kepentingan pun kerap ditemui di masa tersebut. Hal ini terlihat dari dalam negeri sendiri yakni ketika pemerintah menghadapi rintangan-rintangan yang luas dalam hal menyehatkan perekonomian. Perusahaan-perusahaan yang penting serta pengangkutan dan perdagangan ke luar pun tak luput dari campur tangan tentara dan buruh sehingga menyebabkan kelumpuhan fungsi pemerintah dalam mengatur politik perekonomiannya.
            Di tahun-tahun sekitar 1947-1948, kondisi politik Indonesia diperparah dengan dilancarkannya Agresi Militer Belanda I di tahun 1947, dan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berlangsung antara Juli-September 1948. Tentu saja situasi politik ini mengganggu stabilitas bangsa Indonesia. Di tengah usaha mengumpulkan serpihan-serpihan kekuatan itulah, Belanda kembali datang ke Indonesia untuk kedua kalinya. Kembali menggerogoti kekuatan bangsa kita, dalam agresi militernya yang kedua. Agresi militer Belanda II ini memiliki keterkaitan dengan pemberontakan PKI 1948, yakni tidak diadilinya pelaku-pelaku pemberontakan tersebut oleh karena tiga bulan sesudah pemberontakan meletus pecahlah Agresi Militer II. Anggota PKI yang belum tertangkap lalu berjuang melawan Belanda, sehingga atas perjuangan mereka dosa-dosa PKI dimaafkan. Selain itu RI adalah negara demokrasi, karena itu kebebasan berserikat dijamin keberadaannya. PKI sangat berpengaruh di kalangan kaum buruh yang banyak bekerja pada perusahaan Belanda. Dengan membiarkan PKI hidup maka perusahaan-perusahaan Belanda itu akan lebih mudah dikontrol.[1]

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang penulis angkat dalam makalah bertajuk INDONESIA DI TITIK GERILYA : Peristiwa Agresi Militer Belanda II  - Perjanjian Roem Royen 1948-1949 ini antara lain :
1.      Bagaimana situasi politik sepanjang tahun 1948 di Indonesia?
2.      Bagaimana kronologi pecahnya Agresi Militer Belanda II ?
3.      Bagaimana PDRI dapat menjadi satu tumpuan penting bagi roda pemerintahan Republik Indonesia di tengah gempuran Agresi Militer Belanda II?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah bertajuk INDONESIA DI TITIK GERILYA : Peristiwa Agresi Militer Belanda II  - Perjanjian Roem Royen 1948-1949 ini antara lain :
1.      Menjelaskan situasi politik sepanjang tahun 1948 di Indonesia.
2.      Menjelaskan kronologi pecahnya Agresi Militer Belanda II.
3.      Menjelaskan eksistensi PDRI yang dapat menjadi satu tumpuan penting bagi roda pemerintahan Republik Indonesia di tengah gempuran Agresi Militer Belanda II.













[1] G. Moerdjanto, Indonesia Abad Ke-20 jilid 2 Dari Perang Kemerdekaan Pertama sampai PELITA III, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 133.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar