INDONESIA DI TITIK GERILYA : Peristiwa Agresi Militer Belanda II - Perjanjian Roem Royen 1948-1949
Penulis : Fadhil Nugroho Adi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah Indonesia berhasil mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945, bukan berarti revolusi Indonesia berakhir. Jika Bung Hatta
mengatakan revolusi sudah berakhir secara fisik, maka, sesungguhnya, justru di
sinilah babak baru revolusi Indonesia dimulai. PRRI/Permesta, Pertempuran Lima
Hari di Semarang, Palagan Ambarawa, DI/TII, dan lainnya, merupakan aksi-aksi
pergolakan dari dalam negeri, yang justru merapuhkan jalannya pemerintahan yang
baru tegak berdiri. Tak hanya
benturan secara fisik, benturan kepentingan pun kerap ditemui di masa tersebut.
Hal ini terlihat dari dalam negeri sendiri yakni ketika pemerintah menghadapi
rintangan-rintangan yang luas dalam hal menyehatkan perekonomian.
Perusahaan-perusahaan yang penting serta pengangkutan dan perdagangan ke luar
pun tak luput dari campur tangan tentara dan buruh sehingga menyebabkan
kelumpuhan fungsi pemerintah dalam mengatur politik perekonomiannya.
Di tahun-tahun sekitar
1947-1948, kondisi politik Indonesia diperparah dengan dilancarkannya Agresi
Militer Belanda I di tahun 1947, dan pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI) yang berlangsung antara Juli-September 1948. Tentu saja situasi politik
ini mengganggu stabilitas bangsa Indonesia. Di tengah usaha mengumpulkan
serpihan-serpihan kekuatan itulah, Belanda kembali datang ke Indonesia untuk kedua
kalinya. Kembali menggerogoti kekuatan bangsa kita, dalam agresi militernya
yang kedua. Agresi militer Belanda II ini memiliki keterkaitan dengan
pemberontakan PKI 1948, yakni tidak diadilinya pelaku-pelaku pemberontakan
tersebut oleh karena tiga bulan sesudah pemberontakan meletus pecahlah Agresi
Militer II. Anggota PKI yang belum tertangkap lalu berjuang melawan Belanda,
sehingga atas perjuangan mereka dosa-dosa PKI dimaafkan. Selain itu RI adalah
negara demokrasi, karena itu kebebasan berserikat dijamin keberadaannya. PKI
sangat berpengaruh di kalangan kaum buruh yang banyak bekerja pada perusahaan
Belanda. Dengan membiarkan PKI hidup maka perusahaan-perusahaan Belanda itu
akan lebih mudah dikontrol.[1]
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang penulis angkat dalam makalah bertajuk INDONESIA DI TITIK GERILYA : Peristiwa
Agresi Militer Belanda II - Perjanjian
Roem Royen 1948-1949 ini antara lain :
1. Bagaimana situasi politik
sepanjang tahun 1948 di Indonesia?
2. Bagaimana kronologi pecahnya
Agresi Militer Belanda II ?
3. Bagaimana PDRI dapat menjadi
satu tumpuan penting bagi roda pemerintahan Republik Indonesia di tengah
gempuran Agresi Militer Belanda II?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah bertajuk INDONESIA
DI TITIK GERILYA : Peristiwa Agresi Militer Belanda II - Perjanjian Roem Royen 1948-1949 ini
antara lain :
1. Menjelaskan situasi politik
sepanjang tahun 1948 di Indonesia.
2. Menjelaskan kronologi
pecahnya Agresi Militer Belanda II.
3. Menjelaskan eksistensi PDRI
yang dapat menjadi satu tumpuan penting bagi roda pemerintahan Republik Indonesia
di tengah gempuran Agresi Militer Belanda II.
[1] G.
Moerdjanto, Indonesia Abad Ke-20 jilid 2
Dari Perang Kemerdekaan Pertama sampai PELITA III, (Yogyakarta: Kanisius,
1992), hlm. 133.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar