Sabtu, 07 Juli 2012

PARTAI KOMUNIS INDONESIA : Menyingkap Gejolak Bangsa di Dua Era (1948,1965) (BAGIAN I)


FADHIL NUGROHO ADI
Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang
E-Mail : adiyond@ymail.com

_______________________________________________

 

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
            Pekik merdeka yang diteriakkan rakyat Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak serta merta membawa angin segar kemerdekaan seutuhnya. Tampak begitu jelas pemberontakan di sana-sini pascakemerdekaan Indonesia didengungkan: PRRI/Permesta, Pertempuran Lima Hari di Semarang, Palagan Ambarawa, DI/TII, dan lainnya. Tak hanya benturan secara fisik, benturan kepentingan pun kerap ditemui di masa tersebut. Hal ini terlihat dari dalam negeri sendiri yakni ketika pemerintah menghadapi rintangan-rintangan yang luas dalam hal menyehatkan perekonomian. Perusahaan-perusahaan yang penting serta pengangkutan dan perdagangan ke luar pun tak luput dari campur tangan tentara dan buruh sehingga menyebabkan kelumpuhan fungsi pemerintah dalam mengatur politik perekonomiannya. Kesulitan-kesulitan tersebut bertambah pula dengan kegiatan SOBSI terutama dengan menggunakan pemogokan dalam aksi oposisinya.[1]
            Sepanjang tahun 1947, para pemimpin PKI serta mereka yang tidak secara terang-terangan menyatakan dirinya komunis dan bergabung dengan partai Sosialis, partai Buruh dan Pesindo, tampaknya mengikuti kebijakan-kebijakan yang ditetapkan terutama berdasarkan apa yang paling menguntungkan bagi kemajuan politik mereka sendiri.[2]
Persetujuan Renville pada tanggal 17 Januari 1948 ternyata menerbitkan kecurigaan yang menyebabkan banyak orang Indonesia, baik itu komunis maupun bukan, menarik kesimpulan bahwa kekuatan nasionalisme Indonesia saja tidak cukup kuat untuk memenangkan kemerdekaan negara mereka. Dengan keyakinan bahwa salah satu dari dua kekuatan besar akan mendukung Belanda, maka banyak yang kemudian merasa bahwa mereka tidak punya pilihan lain kecuali mengikat diri lebih erat dengan kekuatan besar lainnya. Meskipun pada umumnya tidak ikut bergabung, namun pada faktanya semakin banyak orang Indonesia mulai memandang PKI sebagai pimpinan mereka. Baik di kalangan anggota-anggota PKI dan di kalangan unsur-unsur sekelilingnya yang makin lama makin luas dan cepat berkembang, tumbuh kecenderungan untuk memperhatikan pernyataan Kremlin bahwa kemerdekaan yang sebenarnya bagi wilayah-wilayah tidak pernah akan tercapai sebelum Amerika Serikat dan sekutunya didominasi oleh Rusia. Para pengikut PKI dan minoritas kaum komunis dalam partai Sosial dan partai Buruh serta Pesindo, makin benar-benar percaya bahwa jalan singkat dari nasionalisme harus dilupakan demi suatu perjuangan jangka panjang antara dunia Komunis dan dunia non-Komunis, yakni suatu perjuangan dimana peranan Partai Komunis Indonesia harus lebih menyesuaikan diri dengan perintah-perintah kebijakan dunia luas Moskow ketimbang dengan apa yang mungkin ditakdirkan sebagai kepentingan-kepentingan mendesak nasionalisme Indonesia. Perjuangan tersebut dilatarbelakangi dengan kebijakan-kebijakan PKI selama kuartal terakhir tahun 1947 dan dua bulan pertama tahun 1948 yang berbeda dengan garis Stalinis-Ortodox yang kemudian ditentukan di Moskow dan oleh Kominform.[3]
Demikianlah kondisi internal Indonesia saat itu. Terjadi tarik ulur antara pemerintah yang berkuasa dengan organisasi baik organisasi politik maupun organisasi masyarakat yang menjadi lawan (oposisi) bagi pemerintah. Keadaan inilah yang dimanfaatkan oleh PKI untuk melakukan “pembaruan-pembaruan” di dalam tubuh rakyat Indonesia.

B. Rumusan Masalah
            Rumusan masalah yang penulis angkat dalam makalah berjudul “Partai Komunis Indonesia - Pemberontakan yang Tak Kenal Padam (1948/1965)” adalah:
1.      Apa yang melatarbelakangi terjadinya pemberontakan PKI di tahun 1948?
2.      Bagaimana konfrontasi-konfrontasi yang terjadi antara kepentingan PKI dengan pemerintah RI?
3.      Mengapa PKI bisa kembali bangkit dan menggenggam posisi penting dalam pemerintahan RI pada tahun 1965?

C. Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan latar belakang terjadinya pemberontakan PKI di tahun 1948
2.      Menganalisis berbagai konfrontasi yang timbul antara kepentingan PKI dengan pemerintah RI
3.      Menjelaskan sebab kebangkitan PKI dan kekuatannya di tahun 1965





















BAB II
PEMBERONTAKAN PKI 1948

A. Kondisi Sosial Masyarakat Indonesia Dalam Kurun Waktu 1947-1948
1.      Tarik Ulur Penguasaan Ekonomi RI
      Tiga tahun usai Indonesia merdeka,nampaknya Indonesia dan Belanda sama-sama mempertaruhkan posisi ekonomi Indonesia untuk mendapatkan sokongan bagi politik luar negerinya yakni Amerika Serikat. RI melakukan Kontrak Fox, sementara Belanda mencari pinjaman pada Bank Internasional. Akan tetapi meskipun Bank Internasional bersikap simpatik akan pembangunan ekonomi Belanda, beberapa pembesar Bank Internasional yang melakukan penelitian sementara terhadap keadaan di Indonesia menyatakan bahwa keadaan politik Indonesia masih keruh sehingga penanaman modal tidak bisa dipertanggungjawabkan. Belanda juga meminjam kurang lebih 400 juta dolar dari berbagai lembaga di Amerika Serikat untuk memperbaiki produksi komoditi ekspor Indonesia[4]. Akan tetapi pemberian pinjaman pada waktu itu dianggap tidak tepat karena Uni Soviet dan anggota Dewan Keamanan lainnya pasti akan menuduh Amerika telah “membiayai imperialisme Belanda”. Sementara itu di lain pihak, Indonesia yang melakukan kontrak Fox -demi melahirkan perserikatan dagang Amerika-Indonesia- menghadapi kesulitan karena Belanda masih memblokade daerah RI dengan ketat[5]. Kedua negara, Indonesia dan Belanda, melakukan perjanjian dagangnya masing-masing disebabkan oleh kesukaran-kesukaran yang ditimbulkan oleh konflik antara Indonesia dan Belanda dan berpengaruh juga terhadap kalangan Amerika yang memiliki kepentingan di Indonesia. Kontrak Fox yang disebut sebagai “bantuan Marshall partikelir” ini berdampak pada pembangunan Indonesia yang pada akhirnya terhambat dan banyak negara di dunia tidak dapat lagi membeli hasil-hasil Indonesia[6].

2.      Kekacauan Ekonomi Uang RI
Di tengah carut marutnya kondisi perekonomian Indonesia yang tarik ulur dengan pihak Belanda masih harus ditambah lagi dengan peredaran Oeang Republik Indonesia (ORI) palsu oleh Belanda dalam jumlah yang tak sedikit. Pedagang Cina sangat berperan dalam pengedaran ORI palsu ini, terbukti pada Mei 1948 polisi Penang dua kali menemukan usaha pemalsuan ORI dengan tujuan memerosotkan nilai ORI sendiri. Untuk memberantasnya, diciptakanlah peraturan-peraturan yang mewajibkan masyarakat menggunakan jasa bank pemerintah dalam peredaran uang. Peraturan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas alat pembayaran RI sekaligus mengawasi peredaran uang di masyarakat. Dalam kata lain, pemerintah benar-benar bisa memastikan bahwa uang yang diterima masyarakat ialah uang yang benar-benar dikeluarkan oleh pemerintah.[7] Akan tetapi kesulita-kesulitan perekonomian tetap dihadapi pemerintah RI. Hal ini disebabkan campur tangan tentara dan buruh serta kegiatan SOBSI yang hampir selalu menggunakan aksi pemogokan dalam aksi oposisinya.[8]

3.      Kekacauan Politik RI
Selama tengah tahun terakhir 1947, berkembanglah suatu perpecahan yang makin membesar di dalam partai Sosialis antara kelompok yang dipimpin Sjarifuddin dan kelompok lebih kecil di bawah pimpinan Sjahrir. Kelompok Sjahrir menjadi makin dimusuhi oleh meningkatnya tekanan kelompok yang lebih besar dengan adanya peperangan antarkelas dan mulai dibinanya persekutuan dengan Rusia.[9]
Perpecahan antara kedua kelompok ini jadi menghebat pada buan Januari 1948, ketika kelompok Sjahrir menentang persetujuan Renville yang disponsori dan disetujui oleh Perdana Menteri Sjarifuddin, kebanyakan anggota kabinetnya, maupun Partai Buruh dan Partai Komunis Indonesia. Perpecahan itu semakin menjadi segera setelah kabinet Presidensiil Hatta terbentuk.[10]
Permasalahan antara kabinet dengan oposisi FDR menjadi pembicaraan yang hangat saat itu. FDR dibentuk pada tanggal 28 Juni 1948 oleh kelompok Amir Sjariffudin yang pada waktu itu menempatkan diri sebagai oposisi terhadap kabinet yang dipimpin Bung Hatta. Kabinet tersebut dibentuk Bung Hatta setelah Kabinet Amir Sjariffudin jatuh karena tidak adanya lagi dukungan setelah penandatanganan perjanjian Renville, dan setelah upaya membentuk kabinet menurut tata cara yang lazim menemui kegagalan.
FDR terdiri dari Partai Sosialis (kelompok Amir), Pesindo, Partai Buruh, PKI, dan Sobsi. FDR memiliki dua dasar kekuatan yang prinsip; di dalam angkatan perang, dan di kalangan tingkatan-tingkatan buruh. Rencana perebutan kekuasaan mulai disusun sejak waktu itu, baik melalui acara-cara politik (parlementer) maupun melalui cara-cara non parlementer. Rencana perebutan kekuasaan diawali dengan persiapan berupa situasi, demonstrasi, dan tindakan-tindakan pengacauan lainnya di kota Solo, antara lain penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap musuh.[11]
FDR mengawali gerakannya dengan gerakan agresi di kota Solo dengan melakukan hasutan, penculikan, pembunuhan, pemogokan buruh, insiden bersenjata dan adu domba. Antara lain yang menjadi korban pembunuhan adalah tokoh Dr. Muwardi dan yang menjadi korban sasaran hasutan dan insiden adalah satuan Divisi Siliwangi yang datang hijrah dari Jawa Barat. Dalam menghasut rakyat untuk memusuhi Siliwangi, simbol SLW yang dipakai Siliwangi diisukan sebagai Stoot Leger Wilhelmina yang penerjemahannya berarti tentara penyerang dari Ratu Belanda, Wilhelmina.[12]
FDR punya dua dasar kekuatan yang prinsip; di dalam angkatan perang, dan di kalangan tingkatan-tingkatan buruh. Dalam tugasnya sebagai Menteri Pertahanan sejak tanggal 3 Juli 1947 hingga 28 Januari 1948, Sjarifuddin telah berhasil membina suatu kedudukan pribadi yang kuat dalam angkatan perang. Ia memiliki kekuasaan untuk menunjuk dan mengeluarkan dana-dana telah membuat sejumlah besar perwira angkatan perang TNI tetap setia kepadanya. Dia dan sejumlah pengikutnya yang lebih bisa dipercaya, menjadi satu-satunya kelompok yang tahu tentang lokasi banyak tempat penyembunyian senjata dan bahan peledak yang ditempatkan di daerah-daerah pegunungan dalam rangka menghadapi aksi militer Belanda lebih jauh.[13]  
Usaha-usaha FDR tersebut sesungguhnya adalah kehendak mereka untuk melakukan perubahan politik dalam negeri, mempertahankan tentara, dan mengadakan perubahan di bidang ekonomi. Politik dalam dan luar negeripun menjadi objek keberatan FDR, di antaranya ketika pemerintah melakukan perjanjian Renville. Menurut asumsi Amir Syarifuddin, keadaan perundingan itu dapat disamakan dengan keadaan perundingan pada bulan Desember 1947 atau dalam arti harus menerima atau menolak tuntutan-tuntutan Belanda. FDR yang makin terdesak lantas mengajukan calon formatur di luar kalngan mereka, dan mereka memilih Muso.[14] Sejak kedatangan kembali Musso, seorang tokoh komunis yang sejak lama berada di Moskow dan kemudian menganjurkan jalan baru bagi PKI, teror semakin ditingkatkan, bahkan kesatuan-kesatuan Tentara Nasional Indonesia saling diadu, seperti kesatuan Siliwangi dengan kesatuan-kesatuan setempat.[15] Demi menandingi Kabinet Hatta, FDR kemudian menyusun program naisonal yang juga terdiri atas empat pasal, yakni:
a.       pembatalan persetujuan Renville
b.      penghentian perundingan-perundingan dengan Belanda sampai mereka menarik diri dari bumi Indonesia
c.       nasionalisasi semua kekayaan Belanda tanpa pemberian ganti rugi
d.      pembubaran Kabinet Presidensiil Hatta dan pembentukan kabinet parlementer dimana wakil-wakil FDR diikutsertakan dengan menduduki kursi-kursi penting.[16]
Sebenarnya permasalahan yang timbul tersebut didasarkan atas perpecahan antara Amir dan Syahrir yang meruncing pada 13 Februari 1948 ketika Syahrir memutuskan untuk keluar dari Partai Sosialis dan mendirikan PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan secara pasti pembentukan partai tersebut melemahkan kedudukan Amir, karena anggota-anggota KNIP dan BP-KNIP banyak yang memihak Syahrir, meskipun sebagian besar massa anggotanya banyak yang masih setia kepada Amir, salah satunya Pasindo.[17]
      Pertentangan politik yang hebat pada saat itu merupakan sumber terjadinya permasalahan keamanan dalam negeri ini. Dalam keadaan demikian dengan sendirinya tidak akan mungkin TNI menjadi alat kepolisian dalam tangan pemerintah, kecuali jika memang kedaulatan negara yang terserang. Maka demikianlah keadaan intern negara saat itu. Di satu pihak terdapat partai-partai yang terus bersengketa dan mencegah adanya pemerintah yang kuat, sedangkan di pihak lain, rakyat justru berteriak-teriak minta “tangan besi”.[18]

B. PKI Mulai Bergejolak
1.      Situasi Politik dalam Tubuh PKI
Dukungan militer dalam TNI yang mungkin bisa diperhitungkan oleh PKI makin berkurang. Fakta penting lainnya adalah kenyataan bahwa pemerintah mulai memberikan tekanan nyata terhadap Pesindo maupun ALRI untuk mematuhi perintah-perintah demobilisasi pemerintah sehubungan dengan program rasionalisasi umum angkatan perang. Tekanan ini diterapkan terurama pada Divisi IV TNI (Senopati) yang berkedudukan di Surakarta.[19] Kemudian pada bulan Agustus, Letkol. Sutarto, pengganti Suadi sebagai Komandan Divisi Keempat, yang juga seorang anggota PKI seperti Suadi dan tidak mau menjalankan perintah demobilisasi dari pemerintah, telah terbunuh. Tidak jelas siapa yang bertanggungjawab atas pembunuhan ini, namun para anggota PKI mencurigai Barisan Banteng yang melakukannya. Lalu pada tanggal 7 September, lima perwira angkatan perang yang menjadi anggota PKI menghilang di Surakarta. Dua hari kemudian, dua perwira tinggi lainnya yang pro-PKI juga menghilang. Kemungkinan besar mereka sudah ditangkap atas perintah negara dan dipindahkan ke Yogyakarta. Para pendukung PKI memang menuntut dua orang anggota Pesindo, seorang PKI dan seorang partai Sosialis, yang ditahan oleh pemerintah di Blitar pada tanggal 13 September. Kantor perwakilan berita Antara juga melaporkan bahwa pasukan-pasukan dari Angkatan Perang dan Kepolisian Negara sedang melaksanakan operasi-operasi pembersihan pasukan bersenjata, dimulai pada tanggal 12 September di derah Nganjuk yang juga dikuasai PKI. Kemungkinan besar peristiwa-peristiwa yang muncul sendiri-sendiri ini merupakan gejala serangan dari pemerintah yang ditujukan untuk memotong kekuatan militer PKI.[20]
Selain itu terjadi pula peleburan beberapa partai ke dalam PKI sebagai hasil pertama kedatangan Muso di Indonesia. Oleh karena itu pada akhir Agustus 1948 Amir Syariduddin mengumumkan bahwa Partai Soialis dilebur ke dalam PKI. Hal ini bukan sesuatu yang baru mengingat parta Gerindo yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin hanya menjadi “selimut” saja untuk cita-cita komunistis. Gerindo itu sebetulnya PKI sendiri.[21]
PKI juga menyusun politbiro yang baru. Sebut saja dalam sekretariat umumya duduk Muso, Maruto Darusman, Tan Ling Jie, dan Ngadiman. Sekretariat urusan perburuhan dipimpin oleh Haryono, Setiajid, Jokosujono, Abdul Majid, dan Akhmad Sumadi. Dalam sekretariat urusan pertanian duduk A. Cokronegoro, D.N. Aidit, dan Sutisno. Mr. Amir Syarifuddin diberi kewajiban memimpin sekretriat pertahanan. Wikana dan Suripni akan memimpin sekretariat pemuda. Alimin, Lukman, dan Sarjono merupakan anggota sekretariat agitasi dan propaganda. Alimin, Lukma, dan Sarjono merupakan sekretariat agitasi dan propaganda. Sekretariat organisasi dipegang oleh Sudirman; Nyoto memegang sekretariat perwakilan dan Ruskak memegang sekretariat keuangan.[22]
Muso kemudian mengusulkan agar seluruh unsur yang sepaham meleburkan diri ke dalam PKI yang diperluas. Diadakanlah konggres PKI ke-5 pada 26-27 Agustus 1948 yang mengesahkan “Jalan Baru Untuk RI” ciptaan Muso, yang juga biasa dikenal sebagai Koreksi Besar. Pokok-pokoknya adalah:
a.       PKI sejak proklamasi seharusnya sudah muncul dan berperan sebagai pemimpin revolusi
b.      Persetujuan Renville adalah kesalahan besar yang mencelakakan dan berbau reaksioner
c.       Kabinet Amir sehausnya tidak mengundurkan diri sebab pokok dari setiap revolusi ialah kekuasaan negara (pengunduran diri Amir mendukung dugaan bahwa Amir sebenarnya bukan komunis)
d.      Untuk semetara perlu dibentuk Front Nasional yaitu suatu wadah untuk mempersatukan partai-partai melawan penjajahan asing.
Muso lalu menganjurkan supaya partai-partai yang tergabung dalam FDR terus saja meleburkan diri ke dalam PKI pada akhir Agustus itu juga.[23]
2.      Kekacauan di Berbagai Daerah
Di Jakarta, pada tanggal 3 Juli 1948 berlangsung rapat pertama antara pelajar-pelajar dari kota-kota pendudukan bertempat di gedung Sekolah Rakyat Cikini untuk memperkuat benteng pelajar Republik. Akan tetapi rapat dibubarkan pihak Belanda karena rapat dimulai dengan memekikkan kata “Merdeka”, kata yang “haram” diucapkan kala itu. Kemudian merebak pula aksi-aksi penggeledahan dan penangkapan yang terus berlangsung dengan alasan mencari anasir subversif. Pada bulan Juli 1948 bahkan banyak rakyat yang dikepung, digeledah, dan ditangkap di wilayah Kampun Matraman, Jatinegara, Jakarta. Kekacauan tersebut masih ditambah pula dengan siaran-siaran dan selebaran berita mengenai kegiatan tersebut namun dengan tendensius mencari-cari alasan untuk megambil suatu tindakan kekerasan terhadap Repubik.[24] Belum lagi ketika makin meningkatnya aksi gerilya di sekitar dan dalam kota Jakarta dan menyebabkan tidak amannya sekeliling kota bagi Belanda. Pada malam 6 Juli 1948 misalnya, seorang pegawai onderneming karet Kalapanunggal diserang dan dibunuh oleh segerombol dua puluh orang. Istrinyapun saat itu luka tertembak pada lengannya dan dirawat di rumah sakit Bogor. Belum lagi aksi pelemparan granat tangan di dekat Bioskop “Rex” di bilangan Senen pada malam 21 Juli 1948 sekitar pukul 22.00 WIB.[25]
Di Banten, keadaan yang serba sulit di sana ternyata masih mampu dikelola dengan baik oleh warganya sehingga hasil bumi masih menghasilkan. Di Bogor, Belanda melarang merayakan hari Proklamasi dan Idul Fitri. Banyak polisi yang ikut berjaga di sekitar tempat peribadatan menghalang-halangi penduduk setempat yang akan beribadah, dan tak jarang dari mereka yang digeledah. Shalat Idul Fitri yang sedianya dilaksanakan di Pegangsaan Timur 56 Jakarta juga hampir batal dilangsungkan karena keberatan pihak Belanda.[26] Hari Proklamasi di Purwakarta tidak dapat dirayakan rakyat karena pelarangan pihak Belanda. Sementara di Cikampek menjelang Hari Proklamasi sempat tersiar kabar akan ada gerilya pada malam hari. Di Dawuan sempat terjadi baku tembak sesaat. Di Bandung, izin untuk merayakan hari Proklamasi secara tertutup juga dicabut kembali.[27] Di Bogor dan Sukabumi aksi gerilya semakin meluas terlebih dengan terbunuhnya Administratur Perkebunan Balumbangan di daerah Sukabumi, Thung Jie Ciong, yang ditembak dan terluka berat. Menjelang akhir Juni 1948 di Cianjur terjadi dua kali penembakan atas kendaraan militer Belanda yang merrenggut korban 4 orang. Pada 8 Juli 1948 administrator onderneming Gunung Besar, yang terletak antara Cianjur dan Cibeber, mati terbunuh di kebunnya sendiri.[28] Aksi gerilya juga berlangsung di daerah Jakarta-Karawang. Di Cikopo, kereta api menuju Bandung menjadi serangan gerilya. Empat dari sembilan gerbong penumpangnya terbalik ketika sebuah granat yang sebelumnya telah dipasang oleh gerilya pada rel kereta api. Kereta api Jakarta-Cirebon dan Jakarta-Bandung saat itu memang terus-menerus menjadi sasaran gerilya.[29] Di Purwakarta pada 15 September 1948 tiga gerilyawan, dua orang lelaki dan seorang perempuan, dengan hanya bersenjata golok dengan nekat mencoba merampas senjata dua orang militer Belanda yang sedang menunggu mobil di pinggir jalan raya. Di Tegalsari pada 21 September 1948 siang sempat terjadi pertempuran yang berlangsung selama empat jam. Tembak menembak pun berlangsung hingga pukul delapan malam dan meletus kembali pada pukul sepuluh malam, dan benar-benar reda pada pukul dua belas malam.[30]
Di Priangan terjadi aksi gerilya pada pukul 02.00 pagi di sebelah barat dan selatan kota Tasikmalaya yang mengalami penyerangan. Lalu lintas Sukaratu dan Telagabodas juga menjadi tidak aman karena dikuasai pasukan Hisbullah. Setiap orang yang ketahuan membawa uang NICA dianggap sebagai kakitangan Belanda, lalu dibunuh.[31] Aksi gerilya di daerah Pekalongan dan Banyumas tidak berhasil dipadamkan oleh Belanda, lebih-lebih gerilya yang bergerak di daerah Salatiga, Purwokerto, dan Tegal yang sasaran utamanya tertuju pada alat-alat pemerintah Belanda dan perkebunan. Bahkan sepuluh orang pekerja yang tengah memperbaiki instalasi pompa air di desa Patukangan, Jatibarang, ditembak oleh kaum yang disebut Belanda sebagai kaum extremis.[32] Di Semarang terjadi penyusupan dan serangan gerilya yang nekat terjadi pada medio September 1948 di dekat Telawa, Semarang oleh kurang lebih seratus orang. Belanda selalu menyebut bahwa gerilya itu menginfiltrasi dari daerah RI dan tak jarang dituduhnya komunis.[33] Sementara itu di Madura terjadi pergolakan sebagai contoh politik balkanisasi yang dilakukan Belanda. Akibatnya erturut-turut selama tiga hari, 23-25 April 1948, Belanda melakukan penangkapan terhadap beberapa orang anggota dewan perwakilan rakyat, sejumlah kader polisi, dan beberapa pimpinan Barisan Cakra. Mereka dituduh akan melakukan tindakan merampas kekuasaan.[34]

C. Pemberontakan PKI 1948
1.      Kronologi dan Anti-klimaks Pemberontakan
Situasi di Surakarta menjadi makin rumit dan tegang karena kekuatan militer utama lainnya di kota itu (mungkin berjumlah antara 2.000 dan 2.500 orang bersenjata), terdiri atas para partisan Tan Malaka, dan kebanyakan adalah anggota-anggota Barisan Banteng. Satu-satunya kekuatan militer penting yang lain di dalam kota itu adalah batalyon Divisi Siliwangi yang bertanggungjawab dan sangat disiplin, di bawah pimpinan letkol Sadikin.[35]
Bulan Agustus, letkol. Sutarto, pengganti Suadi sebagai komandan Divisi Keempat, yang jugas eorang anggota PKI seperti Suadi dan tidak mau menjalankan perintah demobilisasi dari pemerintah, telah terbunuh. Tidak jelas siapa yang bertanggungjawab atas pembunuhan ini, namun para anggota PKI mencurigai Barisan Banteng. Tanggal 7 September, lima perwira angkatan perang yang menjadi anggota PKI menghilang di Surakarta. Dua hari kemudian, dua perwira tinggi lainnya yang Pro-PKI juga menghilang. Kemungkinan besar mereka sudah ditangkap atas perintah negara dan dipindahkan ke Yogyakarta. Para PKI memang menuntut dua orang anggota Pesindo, seorang PKI dan seorang partai Sosialis yang ditahan oleh pemerintah di Blitar pada tanggal 13 September. Kantor perwakilan berita Antara juga melaporkan bahwa pasukan-pasukan dari Angkatan Perang dan Kepolisian Negara sedang melaksanakan operasi-operasi pembersihan pasukan bersenjata, dimulai pada tanggal 12 September di derah Nganjuk yang juga dikuasai PKI. Kemungkinan besarnya, peristiwa2 yang muncul sendiri2 ini merupakan gejala serangan dari pemerintah yang ditujukan untuk memotong kekuatan militer PKI.[36]
Tanggal 15 September, Soekarno mengumumkan keadaan perang untuk Surakarta dan Karesidean sekitarnya serta menunjuk kol. Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer. Pada hari yang sama, Jenderal Sudirman, Panglima TNI engirim bala bantuan sebanyak 3.000 orang prajurit dari Divisi Siliwangi ke Surakarta. mereka lalu mengambil tempat di pinggiran kota; jelas diharapkan bahwa bala bantuan Pro-PKI kemungkinan akan masuk dari arah utara, yaitu dari posisi-posisi mereka di sepanjang garis Van Mook yang berhadapan dengan Belanda.[37] Kemudian pada 27 September,  letkol. Suad yang sudah mengumpulkan kembali apsukan-pasukan pesindo dan ALRI di bawah pimpinanya memulai suatu serangan besar-besaran untuk merebut Surakarta. Tampak jelas bahwa ia bertindak tanpa sepengetahuan sumber utama balabantuan kekuatan ALRI yang kuat di bagian utara kota itu dan tanpa mengetahui bahwa balabantuan dari pasukan-pasukan Pesindo sedang dalam perjalanan dari Madiun untuk membantunya. Kekuatan2nya menerobos Pasukan barisan Banteng di pinggir kota bagian selatan dan sedikit demi sedikit masuk pusat kota. Di sini, pecahlah pertempuran berat: Divisi Siliwangi, paling tidak meliputi sebagian dari yang dikirim oleh Sudirman, dan barisan banteng, memksa pasukan-pasukan Suadi ke luar kota, kali ini demi kebaikan.Dengan demikian, PKI telah kalah dalam suatu pertempuran yang arti pentingnya kritis.[38]
Dengan peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di Surakarta, telah membuat para pemimpin di markas besar pusat organisasi itu di Madiun, makin tidak tenteram. Akhirnya Sumarsono dan para pemimpin tertinggi Pesindo lainnya di wilayah Madiun memilih cara yang terakhir. Perwira-perwira setempat yang Pro-PKI dari kesatuan-kesatuan TNI tetap yang berkedudukan di bagian timur wilayah yang dikuaai Republik, juga jelas mengambil cara yang sama.[39] Mulai tanggal 13 September, persis setelah Divsi Keempat sudah diusir dari Surakarta, kesatuan-kesatuan Pesindo di Jawa Timur dan Brigade ke 29 dari garis depan bagian timur, mulai memasuki tahap militer rencana FDR yang digariskan pada bulan Juni. Mereka dan beberapa detasemen yang pro-PKI bertemu di wilayah madiun, dimana pasukan-pasukan Pesindo yang lebih kecil sudah ditempatkan di sana. Dari kekuatan ini, satu batalyon ditempatkan di kota Madiun, masing-masing satu di Kresidenan Magetan dan Ponorogo, dan dua batalyon di karesidenan Ngawi. Selama empat hari pertama, pasukan-paukan tersebut tidak mengganggu pemerintah daerah di kota-kota dalam wilayah-wilayah tersebut dan memusatkan usaha mereka di pedesaan, dimana kekuasaan dapat direbut tanpa harus bertempur. Berikut pernyataan dari wartawan Murba yang menyakikan tahap pertama kekuasaan tersebut. Secara aktif dan agresif, gerakan FDR untuk merebut kekuasaan sudah dimulai terutama di desa-desa...Gerakan tersebut dilindungi oleh empat batalyon tingkat teritorial dan satu batalyon yang mobil, diambil dari hampir seluruh kekuatan di Jawa Timur...Batalyon-batalyon ini sudah dibagi di berbagai desa..para pejabat pemerintah daerah menjadi merasa tidak tenteram, sedangkan polisi tidak dapat melaksanakan apa-apa karena tidak berdaya. Mereka menghasut bahwa pemerintah Soekarno-Hatta sudah turun tahta dan bahwa Tan Malaka beserta kolega-koleganya dan masjumi beserta kolega-koleganya adalah pengkhianat (Dalam suratkabar resmi GRR), 14 September 1948.[40]
      Setelah mengkonsiliasikan kekuasaannya atas desa-desa, paukan-pasukan Pesindo dan PKI lainnya, merebut kekuasaan di kota-kota kecil dan kota madiun, sehingga menimbulkan pertempuran hebat dengan pemerintah daerah Republik. Tahap militan ini dimulai pada jam 03.00 pagi tanggal 13 September, di Madiun, dengan Sumarsono dan Djoko Suyono sebagai pemimpin operasi tersebut.. orang-orang bersenjata dengan cepat merebut kantor-kantor pemerintah daerah, saluran-saluran telepon, dan markas-markas besar tentara. hampir tidak ada pasukan setia yang siap di tempat, dan pertempuran itu berlangsung hanya sebentar, dua perwira yang setia terbunuh dan empat orang terluka. “Kemenangan mulai dari Madiun”, begitu diumumkan Sumarsono di radio setempat. Menurut laporan, pidatonya ini adalah dalam rangka mendesak agar secara keseluruhan PKI mencontohi rangkaian peristiwa di Madiun. Sekitar tengah malam tanggal 18, kira-kira 20 jam setelah dimulainya kup di Madiun dan karesidenan-karesidenan sekitarnya, Musso, Sjarifuddin, Setiadjit, dan Wikana, tiba di rumah Sumarsono yang terletak di kota Redjoagung, dekat pinggiran kota Madiun. Di sini mereka mengadakan pembicaraan dengan Sumarsono dan Djoko Suyono, dan mempelajari perkembangan peristiwa-peristiwa itu. mereka disodori suatu fait accompli. Ada kemungkinan bahwa begitu mereka mengetahui keseluruhan kenyataan bertalian dengan perkembangan-perkembangan di Surakarta, mereka lalu mengambil keputusan yang sama dengan yang sudah diambil oleh Sumarsono dan Djoko Suyono, dan mengubah strategi PKI ke tahap revolusioner. [41]
Pemerintah Republik dengan cepat bertindak. Pada tanggal 19 September dini hari, polisi Republik sudah mulai mengepung para pemimpin PKI di Yogyakarta dan di kota-kota lainnya. Kup Madiun yang sifatnya tidak direncanakan dan para pemimpin PKI yang pada umumnya tidak siap untuk melompat ke taktik-taktik revolusioner, telah diuji oleh kenyataan bahwa beberapa pemimpin PKI yang terpenting tidak tahu menahu tentang apa yang sudh terjadi di Madiun sangat terperanjat ketika ditahan di Yogyakarta pada tanggal 19 pagi. Di antara mereka terdapat orang-orang penting seperti Tan Ling Djie, Abdulmadjid, Djojosujono, dan Ir. Sakirman.[42] Menjelang tanggal 20 September petang, sudah jelas bagi para pemimpin PKI di Madiun bahwa meluasanya pertempuran-pertempuran massa yang mereka perhitungkan, tidak terjadi di tempat-tempat lain di Republik. Mungkin mereka merasa bahwa kekurangan dukungan massa ini sebagian disebabkan oleh perasaan tidak mengenal kompromi dan ekstrim dari pengumuman mereka yang pertama dulu, dan bahwa mereka telah mencegah para pendukung potensial untuk bertindak terlalu jauh. Apapun yang terjadi, pada tanggal 20 petang, nada keras pengumuman mereka sangat menurun dan menjadi jauh lebih lunak.[43]
Pasukan-pasukan pemerintah melepas kekuatan-kekuatan bersenjatanya dari kota-kota penting Magetan dan Ngawi, dan akhirnya, pada tanggal 30 September, Brigade Let.Kol. Sadikin dari Divisi Siliwangi, memasuki dan menguasai madiun sendiri. Sejak itu strategi para pemimpin PKI adalah menghindari pertempuran dengan kekuatan-kekuatan pemerintah dan menyingkir ke daerah-daerah pegunungan yang cocok untuk mengadakan  perang gerilya jangka panjang. Mereka mengharapkan diri mereka dan sisa-sisa pasukan mereka tetap siaga sampai saatnya Belanda melancarkan serangan terhadap republik, dengan keyakinan bahwa serangan semacam itu akan berkembang pada permulaan Januari 1949. Terjadi pertempuran yang berpindah-pindah, pertempuran tabrak lari, selama sebulan, melawan pasukan-pasukan Republik yang makin lama makin ketat mengepung kesatuan-kesatuan Komunis yang utama. Dengan makin kerasnya tekanan terhadap kekuatan-kekuatan komunis, banyak di antara mereka, terutama beberapa dari kesatuan-kesatuan yang lebih kecil, makin lama makin ganas. Beberapa ratus pegawai negeri dan guru sekolah dibunuh oleh mereka, di Magetan saja, terbunuh 51 dari 56 orang polisi. Terutama para anggota Masjumi hanya yang tampaknya bebas dari kekejaman itu, kadang-kadang hanya dirampok, tetapi sering juga disiksa dan dibunuh. Pada tanggal 4 Oktober, petani bersenjata yang membantu PKI, di Ponorogo, Sarekat Rakyat memaksa sekitar 2000 orang sipil untuk berbaris di muka pasukan itu untuk membersihkan jalannya dalam rangka usahanya merebut kembali kota itu dari kesatuan Siliwagi. Akibatnya, hampir 500 orang sipil terbunuh.[44]
Oleh karena gerakan cepat dari pasukan-pasukan pemerintah maka pemberontakan Madiun dengan cepat pula dapat ditumpas. Pasukan RI sudah dapat membebaskan Madiun pada 30 September 1948 dan mencerai-beraikan pasukan-pasukan pro-PKI. [45] Pada tanggal 15 Oktober 1948 Mayor Ahmad Wiranatakusumah melakukan operasi ke Pacitan. Pasukannya bergerak dengan mengambil jalan Selaung-Montongan-Tulakan terus ke Pacitan yang merupakan jalan kampung yang sempit, naik, dan banyak jurang. Turut pula dalam penyerbuan itu Tentara Geni Pelajar di bawah pimpinan Mulyo. Di Pacitan dijumpai 12 mayat yang ditinggalkan oleh PKI.[46]
Pada tanggal 28 Oktober, kesatuan militer pemberontak terakhir yang besar, beranggotakan sekitar 1500 orang, tertangkap, dan diperkirakan bahwa tulang punggung pemberontak benar-benar remuk.
Pengejaran pun terus menerus dilakukan. Tiga hari kemudian, dalam suatu pengejaran yang dilakukan di Ponorogo oleh Brigade S di bawah komando Kapten Sunandar, Musso, yang menyamar sebagai kusir andong tertembak dan mati dengan luka-luka parah. Pada tanggal 29 November, Djojokusumo dan Maruta Darusman tertangkap, dan dua hari kemudian, nasib yang sama menimpa Sjarifuddin serta Suripno. Sementara itu para pemimpin tertinggi PKI lainnya sudah tertangkap kecuali Setiadjit, Sumarsono, dan Wikana. Ketiga orang terakhir ini tidak pernah tertangkap. Pada tanggal 7 Desember 1948, markas besar pernah tertangkap. Pada tanggal 7 Desember 1948, markas besar PNI mengumumkan pembasmian terakhir pemberontakan itu dan menyatakan bahwa sekitar 35.000 orang, kebanyakan prajurit (terutama organisasi-organisasi militer tidak tetap) sudah ditahan. Dimuat dalam Antara 7 Desember 1948. Pada tanggal 15 Desember, Soekarno diberi mandat kekuasaan mengatai keadaan genting untuk mengakhiri situasi itu dan agar hal itu tidak terulang kembali.[47]
Selanjutnya timbul pertanyaan, mengapa PKI tidak diadili sebab pemberontakan pada tahun 1948 itu? Jawabannya adalah, karena tiga bulan sesudah pemberontakan meletus pecahlah Agresi Militer II. Anggota PKI yang belum tertangkap lalu berjuang melawan Belanda, sehingga atas perjuangan mereka dosa-dosa PKI dimaafkan. Selain itu RI adalah negara demokrasi, karena itu kebebasan berserikat dijamin keberadaannya. PKI sangat berpengaruh di kalangan kaum buruh yang banyak bekerja pada perusahaan Belanda. Dengan membiarkan PKI hidup maka perusahaan-perusahaan Belanda itu akan lebih mudah dikontrol.[48]
2.      Kegagalan Pemberontakan PKI
Banyak pihak menganalisis sebab-sebab kegagalan pemberontakan PKI 1948 yang terpusat di Madiun. Sebab-sebab kegagalan tersebut kiranya dapat dijelaskan dalam poin-poin sebagai berikut:
a.       Kenyataan bahwa para pemimpin PKI terlalu dini melancarkan aksi dimana mereka sendiri belum memiliki kesiapan. Proses penggabungan partai-partai unsur dasar FDR ke dalam suatu partai PKI yang monolitik baru saja dimulai ketika pemberontakan itu pecah.
b.      Organisasi politik penerusnya yang baru hampir tidak pernah ada dalam keadaan yang tidak lebih dari organisasi yang kacau dan tidak jelas bentuknya.
c.       Muncul penentangan fusi dari sebagian besar anggota Partai Sosialis, Partai Buruh, SOBSI, dan Pesindo. Mereka bahkan lebih menentang ide tentang aksi revolusioner melawan pemerintah.
d.      Cabang PKI di Sumatera, hampir segera setelah kup Madiun, mengumumkan kesetiaannya kepada pemerintah Soekarno dan Hatta. Begitu pula dalam beberapa cabang seperti di PKI dan Bojonegoro yang menolak untuk mendukung pemberontak dan terang-terangan mengumumkan bahwa mereka mendukung Soekarno dan Hatta.[49]



4 komentar:

  1. terimakasih karena postingan ini telah membantu tugas ips saya

    BalasHapus
  2. Sama-sama, terima kasih sudah mengunjungi blog saya :)

    BalasHapus
  3. Kabar baik Allah yang Maha Kuasa telah begitu setia kepada saya dan seluruh keluarga saya untuk menggunakan perusahaan pinjaman ibu Emily untuk mengubah situasi keuangan hidup saya untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih stabil sehingga sekarang saya memiliki bisnis sendiri di kotaNama saya Nur Khomariyah dari kota Sidoarjo, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu. Emily karena membantu saya dengan pinjaman yang baik setelah saya menderita di tangan pemberi pinjaman palsu yang menipu saya karena uang saya tanpa menawarkan saya pinjaman, saya memerlukan pinjaman selama 2 tahun terakhir untuk memulai bisnis saya sendiri di kota Sidoarjo tempat saya tinggal dan saya jatuh ke tangan perusahaan palsu di India yang telah menipu saya dan tidak menawarkan pinjaman kepada saya dan saya sangat frustrasi karena saya kehilangan semua uang saya ke perusahaan palsu di India, karena saya berutang kepada bank dan teman-teman saya dan saya tidak punya orang untuk dituju, sampai suatu hari teman setia saya menelepon Slamet Raharjo setelah membaca kesaksiannya tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari ibu perusahaan pinjaman Emily, jadi saya harus menghubungi Slamet Raharjo dan dia mengatakan kepada saya dan meyakinkan saya untuk menghubungi ibu emily bahwa dia adalah ibu yang baik dan saya harus memanggil keberanian dan saya menghubungi ibu emily perusahaan dan secara mengejutkan, pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam waktu 2 jam pinjaman saya dipindahkan ke akun saya dan saya sangat terkejut bahwa ini adalah keajaiban dan saya harus bersaksi tentang ibu pekerjaan yang baik Emilyjadi saya akan menyarankan semua orang yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi ibu perusahaan pinjaman Emily melalui email: emilygregloancompany@gmail.com. atau whatsapp +1 (669) 4002627 dan saya meyakinkan Anda bahwa Anda akan bersaksi seperti yang telah saya lakukan dan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut tentang Mother Emily melalui saya email: nurkhomariyah1989@gmail.com dan Anda masih dapat menghubungi teman saya Nur Syarah yang memperkenalkan saya kepada Ms. Margaret melalui email: slametraharjo211989@gmail.comsemoga Tuhan terus memberkati dan mendukung ibu Emily yang telah mengubah kehidupan finansial saya.

    BalasHapus
  4. Kabar baik Allah yang Maha Kuasa telah begitu setia kepada saya dan seluruh keluarga saya untuk menggunakan perusahaan pinjaman ibu Emily untuk mengubah situasi keuangan hidup saya untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih stabil sehingga sekarang saya memiliki bisnis sendiri di kotaNama saya Nur Khomariyah dari kota Sidoarjo, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu. Emily karena membantu saya dengan pinjaman yang baik setelah saya menderita di tangan pemberi pinjaman palsu yang menipu saya karena uang saya tanpa menawarkan saya pinjaman, saya memerlukan pinjaman selama 2 tahun terakhir untuk memulai bisnis saya sendiri di kota Sidoarjo tempat saya tinggal dan saya jatuh ke tangan perusahaan palsu di India yang telah menipu saya dan tidak menawarkan pinjaman kepada saya dan saya sangat frustrasi karena saya kehilangan semua uang saya ke perusahaan palsu di India, karena saya berutang kepada bank dan teman-teman saya dan saya tidak punya orang untuk dituju, sampai suatu hari teman setia saya menelepon Slamet Raharjo setelah membaca kesaksiannya tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari ibu perusahaan pinjaman Emily, jadi saya harus menghubungi Slamet Raharjo dan dia mengatakan kepada saya dan meyakinkan saya untuk menghubungi ibu emily bahwa dia adalah ibu yang baik dan saya harus memanggil keberanian dan saya menghubungi ibu emily perusahaan dan secara mengejutkan, pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam waktu 2 jam pinjaman saya dipindahkan ke akun saya dan saya sangat terkejut bahwa ini adalah keajaiban dan saya harus bersaksi tentang ibu pekerjaan yang baik Emilyjadi saya akan menyarankan semua orang yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi ibu perusahaan pinjaman Emily melalui email: emilygregloancompany@gmail.com. atau whatsapp +1 (669) 4002627 dan saya meyakinkan Anda bahwa Anda akan bersaksi seperti yang telah saya lakukan dan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut tentang Mother Emily melalui saya email: nurkhomariyah1989@gmail.com dan Anda masih dapat menghubungi teman saya Nur Syarah yang memperkenalkan saya kepada Ms. Margaret melalui email: slametraharjo211989@gmail.comsemoga Tuhan terus memberkati dan mendukung ibu Emily yang telah mengubah kehidupan finansial saya.

    BalasHapus