Senin, 24 April 2017

Rekonsiliasi Jangan Dinyinyiri

Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Baswedan, 
menemui petahana sekaligus rivalnya dalam Pilkada DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama.

Rasa syukur hendaknya jangan sampai kita lewatkan untuk kita haturkan kepada Tuhan. Pemilihan kepala daerah yang benar-benar menyita waktu dan tenaga, emosi dan introspeksi, telah usai dihelat. Pilkada tahun ini benar-benar menguras energi dua ratus juta rakyat Indonesia. Apalagi kalau bukan karena gonjang ganjing Pilkada DKI Jakarta?

Meski ada sejumlah wilayah yang hasil Pilkadanya bersengketa, namun lagi-lagi patut disyukuri karena jumlahnya sekadar saja. Masing-masing menerima siapa pemenang pertarungan. Yang kalah, mengalah. Yang menang, melanjutkan perjuangan. Dan demikianlah siklus pesta demokrasi itu. Ada yang menang, ada yang kalah. Asalkan menang tanpa kecurangan, pasti pertanggungjawaban di depan rakyat dan Tuhan juga tak akan memberatkan.

Dalam Sosiologi, usaha-usaha untuk merajut kembali mutiara yang berserak disebut dengan rekonsiliasi, atau reintegrasi. Walau yang terjadi akhir-akhir ini bukan konflik berskala besar, namun gesekan-gesekan kepentingan dan ideologi berpendar mengungkung setiap wilayah yang sedang memilih pemimpin baru.

Oleh karenanya, rekonsiliasi yang dilakukan condong pada rekonsiliasi berdimensi psikologis dan spiritual. Menilik situasi di DKI Jakarta, pemimpin terpilih, bapak Anies Baswedan dan Sandiaga Uno turun langsung untuk bergerilya melakukan rekonsiliasi. Beliau berdua memberi pemulihan energi secara psikologis, setelah berjuta pasang mata tak berhenyak menyimak laga pertarungannya dengan sang petahana.

Peran rekonsiliasi atau reintegrasi tidak boleh ditanggalkan. Untuk mencapainya, dibutuhkan mediator yang handal dan didukung oleh lembaga sosial yang jitu. Contohnya, tokoh agama dengan lembaga sosial norma agama. Mendinginkan yang panas, meredam yang bergejolak. Inilah esensi dari rekonsiliasi ataupun reintegrasi.

Keberhasilan pemulihan ini nantinya dapat diukur dari situasi sosial di lokus berlangsungnya konflik. Tentu yang diinginkan adalah kedamaian dan kesejukan. Untuk mencapainya, perlu andil masyarakat untuk berhenti bermain api. Stop provokasi. Tahan bibir dari nyinyir. Dan dalam konteks pilkada, biarkan sang pemenang bekerja dan menjalankan janji-janjinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar