Ilustrasi: hukumonline |
"Ah dasar cupu lo!" "Woo gembrot, makan mulu!" "Lah lo ga punya cewe, maho ye?" "Idih jomblo, ga laku lo?"
Kata-kata yang saya tulis di atas, bagi pengucapnya, hanya sekadar bercanda. Just for fun, kilahnya. Just kidding, bela mereka. Sayangnya, mereka bukan seseorang yang pandai menerka situasi mental seseorang. Lebih-lebih jika kalimat yang sama dilontarkan kepada orang yang sama, secara berulang-ulang. Jangan berdalih kalimat itu hanya sebagai candaan. Atau jangan membungkus kalimat-kalimat itu sekadar sebagai 'agar yang dituju introspeksi'. Wait, untuk mencapai tujuan yang positif, perlu cara yang juga positif. Sejak kapan untuk membuat teh yang manis menggunakan cuka?
Betapa banyak anak-anak dan remaja yang depresi karena dibully. Betapa banyak di antara mereka yang memilih mengakhiri hidupnya karena tak tahan akan ocehan-ocehan. Oh God. Be wise, be human, please. Pepatah Jawa mengatakan, ajining diri gumantung ana ing lathi. Baiknya pribadi seseorang terletak pada bibirnya, terletak pada apa yang diucapkannya. Kalau Anda ingin dihormati, hormatilah diri Anda terlebih dahulu. Agama saya mengajarkan, tidaklah iman seseorang sempurna sebelum ia menyayangi saudaranya seperti menyayangi dirinya sendiri. Bagaimana mungkin akan terwujud kasih sayang jika yang berulangkali terlontar adalah sumpah serapah nan nista?
Tapi ada yang menarik dari tindakan bullying ini. Hasil penelitian dari Brown University menunjukkan, orang yang menjadi pelaku bullying kemungkinan mengalami penyakit mental seperti depresi, anxiety disorders (rasa cemas yang besar dan berlebihan), dan ADD (Attention Deficit Disorder atau penyakit susah berkonsentrasi, tidak dapat duduk diam, sering menganggu percakapan tanpa dipikirkan lebih dulu, dan impulsif). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa 30% anak dengan penyakit mental melakukan bullying terhadap anak-anak lainnya dan lebih dari 30% anak yang melakukan bullying mengalami penyakit mental.
Sayangnya, kebanyakan orang sering tidak peduli dengan kebiasaan buruk para pelaku bullying. Melindungi dan memulihkan mental korban bully memang langkah yang benar. Tapi pelakunya juga jangan dibiarkan. Malahan kadang para pelaku itu tidak memiliki kekurangan secara mentalitas, tapi hanya sekadar mengatai sesamanya dengan dalih "bercanda". Duh. Be wise, be human. Bijak dalam bersikap, bijak dalam bertutur. Think first, speak later. Jadilah manusia yang mampu memanusiakan sesamanya.
Kata-kata yang saya tulis di atas, bagi pengucapnya, hanya sekadar bercanda. Just for fun, kilahnya. Just kidding, bela mereka. Sayangnya, mereka bukan seseorang yang pandai menerka situasi mental seseorang. Lebih-lebih jika kalimat yang sama dilontarkan kepada orang yang sama, secara berulang-ulang. Jangan berdalih kalimat itu hanya sebagai candaan. Atau jangan membungkus kalimat-kalimat itu sekadar sebagai 'agar yang dituju introspeksi'. Wait, untuk mencapai tujuan yang positif, perlu cara yang juga positif. Sejak kapan untuk membuat teh yang manis menggunakan cuka?
Betapa banyak anak-anak dan remaja yang depresi karena dibully. Betapa banyak di antara mereka yang memilih mengakhiri hidupnya karena tak tahan akan ocehan-ocehan. Oh God. Be wise, be human, please. Pepatah Jawa mengatakan, ajining diri gumantung ana ing lathi. Baiknya pribadi seseorang terletak pada bibirnya, terletak pada apa yang diucapkannya. Kalau Anda ingin dihormati, hormatilah diri Anda terlebih dahulu. Agama saya mengajarkan, tidaklah iman seseorang sempurna sebelum ia menyayangi saudaranya seperti menyayangi dirinya sendiri. Bagaimana mungkin akan terwujud kasih sayang jika yang berulangkali terlontar adalah sumpah serapah nan nista?
Tapi ada yang menarik dari tindakan bullying ini. Hasil penelitian dari Brown University menunjukkan, orang yang menjadi pelaku bullying kemungkinan mengalami penyakit mental seperti depresi, anxiety disorders (rasa cemas yang besar dan berlebihan), dan ADD (Attention Deficit Disorder atau penyakit susah berkonsentrasi, tidak dapat duduk diam, sering menganggu percakapan tanpa dipikirkan lebih dulu, dan impulsif). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa 30% anak dengan penyakit mental melakukan bullying terhadap anak-anak lainnya dan lebih dari 30% anak yang melakukan bullying mengalami penyakit mental.
Sayangnya, kebanyakan orang sering tidak peduli dengan kebiasaan buruk para pelaku bullying. Melindungi dan memulihkan mental korban bully memang langkah yang benar. Tapi pelakunya juga jangan dibiarkan. Malahan kadang para pelaku itu tidak memiliki kekurangan secara mentalitas, tapi hanya sekadar mengatai sesamanya dengan dalih "bercanda". Duh. Be wise, be human. Bijak dalam bersikap, bijak dalam bertutur. Think first, speak later. Jadilah manusia yang mampu memanusiakan sesamanya.
#stopbullying #saynotobullying #stopperundungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar