Perasaan salah jurusan dalam perkuliahan sering muncul ketika skripsi atau tugas akhir tak kunjung selesai, indeks prestasi yang minimalis, atau waktu perkuliahan yang entah kapan berakhir, sementara semester kian menua.
Di lain sisi, perasaan yang sama mengemuka ketika seorang alumnus sedang gigih-gigihnya mengulik satu demi satu lapangan kerja. Setelah dia meraih ijazah dengan gelar akademik, sialnya, tak banyak lapangan kerja yang membutuhkan lulusan dari jurusan tempat ia menempuh studi.
Kalau kamu juga merasakan apa yang saya tulis di atas, berarti saatnya kamu mengubah mindset saat ini juga.
Coba ingat-ingat, apa yang membuat kamu memilih belajar di jurusan atau program studi yang saat ini sedang atau sudah kamu tempuh? Kalau hanya sekadar "asal sarjana", saya agak tak yakin. Karena kalau "asal sarjana", maka kamu tidak akan sejauh ini melangkah. Biasanya akan ada hambatan-hambatan di awal perkuliahan yang menyebabkan kamu merasa depressed dan memutuskan hengkang dari jurusan itu. Coba identifikasi ulang, apa yang membuat kamu memilih jurusan itu.
Biasanya, 80 persen orang akan mengatakan bahwa mereka memilih jurusan sesuai dengan passion. Sisanya, ada yang memilih jurusan karena ingin mendapat pekerjaan sebagai pegawai negeri, ingin segera berkuliah agar tak tertinggal dengan kawan-kawan sebayanya, dan lain-lain.
So, sekarang kamu ada di posisi mana? Memilih jurusan yang sesuai passion-kah? Kalau kamu mengiyakan, berarti kamu sudah dalam jurusan yang benar. Kamu tidak salah jurusan.
Disadari atau tidak, alam bawah sadar pelajar pada umumnya akan merasa tertekan dengan rentetan mata pelajaran yang disodorkan selama kurang lebih dua belas tahun. Mereka dipaksa "memakan" pelajaran-pelajaran yang mereka tak suka. Maka masa perkuliahan menjadi saat yang sangat ditunggu untuk memakan apapun yang jadi kesukaan. Jadi selamat, kamu tidak salah jurusan.
Pertanyaan berikutnya, "jika tidak salah jurusan, mengapa waktu studi saya tak selesai-selesai, bahkan nilai selalu mepet dan skripsi sulit saya kerjakan?"
Jawabannya sederhana. Karena kamu sedang dalam kondisi emosional tertekan. Pada level emosi ini, emosi positif sangat sulit dihadirkan. Mungkin kesulitan mempelajari materi dan kesulitan menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan mempengaruhi kondisi emosional hingga akhirnya terpuruk terus dan terus hingga masuk ke level depresi.
Dear, di saat kamu sedikit saja menghadapi kesulitan, maka di saat itu juga kamu harus berusaha menghadirkan emosi positif. Caranya simple. Datangi sahabat, orang tua, atau orang-orang terdekat untuk menjadi pendengar yang baik atas masalah yang kamu hadapi. Percaya atau tidak, bercerita bisa melegakan, lho. Coba deh. Kesulitan-kesulitan yang terlalu lama menumpuk itu kemudian membuat kamu tertekan , tertekan, dan terus masuk ke dalam level perasaan bersalah. Ini yang kemudian memunculkan perasaan "saya salah pilih jurusan".
Kemudian, "jika tidak salah jurusan, mengapa saya sulit memasuki pekerjaan-pekerjaan di perusahaan-perusahaan itu? Mengapa jurusan saya tidak diperhitungkan?"
Jawabannya juga sederhana. Karena tanpa sadar, kita didoktrin untuk menganggap orang yang sukses dan berhasil adalah mereka yang berpenampilan necis dan kerja di kantoran bonafide. Padahal tidak selalu seperti itu, lho.
Dear, semua manusia yang hidup di dunia adalah pemenang. Dari jutaan sel sperma dan sel telur, kamulah pemenangnya. Kamu yang mampu bertahan selama sembilan bulan di dalam kandungan ibu, dan hadir di dunia. Dan kamu terlahir sebagai pemenang, bukan pecundang. Tuhan menganugerahi siapapun manusia dengan keterampilan hidup. Sayangnya, pola pikir seperti tadi, menghambat manusia dalam berpikir kreatif mengembangkan keterampilan hidupnya. Coba identifikasi apa keterampilan yang bisa kamu karyakan. Karena mustahil Tuhan menghadirkan kita di dunia tanpa bekal. Namun kalau kamu belum bisa menemukannya, kamu bisa datang ke psikolog untuk mengidentifikasi skill apakah yang kamu miliki.
Kamu juga bisa memanfaatkan ladang yang belum digarap dari lulusan jurusan yang jadi tempat kamu menuntut ilmu. Memangnya ada? Pasti ada. Kalau kamu sudah berada pada level berpikir ini, saatnya kamu memperluas koneksi dan memperbanyak rekan untuk bisa menemukan apa saja yang bisa kamu karyakan.
Dear, kamu tahu kan, ada banyak profesor di luar sana yang masing-masing memiliki spesialisasi ilmu. Mereka berkontribusi secara luas untuk mengembangkan ilmu agar bermaslahat bagi orang banyak. Lantas, apa hak kita untuk men-judge jika kita ada pada jurusan keilmuan yang salah? Tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat. Believe on that.
Salam,
Fadhil Nugroho Adi
(next, kita coba menimbang antara gaji tinggi dan gaji sedang)
(next, kita coba menimbang antara gaji tinggi dan gaji sedang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar