Foto: topsy.one |
Coba kita sedikit peka dan meluangkan waktu untuk menganalisis. Yang mudah-mudah saja. Seputar konflik sosial yang muncul beberapa hari belakangan, misalnya.
Apakah konflik yang muncul semata-mata karena perbedaan kepentingan? Oh ternyata bukan. Konflik yang timbul beberapa waktu terakhir justru kerap disebabkan oleh kepeleset lidah. Banyak tutur yang tidak bisa dijaga, meluncur tanpa menimbang situasi di sekitarnya. Akibatnya, ketika penerimaan seseorang tidak sejalan dengan apa yang dia dipikirkan, rentan sekali tersulut konflik.
Ada beberapa cara yang bisa diterapkan agar lebih berhati-hati dalam menjaga ucapan, selain penanaman pribadi sejak dini.
- Sadari bahwa kita merupakan makhluk sosial. Pada hakikatnya, manusia, meski independensinya diperhitungkan, namun dia tetap berkodrat sebagai makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa lepas dari bantuan manusia lain meski sekecil apapun itu. Ketika kita memahami bahwa kita adalah makhluk sosial, maka secara psikologis, akan muncul kehati-hatian bersikap dari dalam diri. Ini tidak sulit jika kita sudah terbiasa. Namun bagi yang selama ini terkesan nyablak, mungkin akan terasa berat. Tapi cobalah.
- Pahami situasi pembicaraan. Sedang siapa kita berbicara, di mana kita berbicara, dalam waktu apa kita berbicara, semuanya harus betul-betul dipahami. Menata diri untuk bisa berbicara dengan baik pada waktu tertentu, di tempat tertentu, dengan orang-orang tertentu, akan memudahkan kita dalam menjaga lisan.
- Kalau kita suka sate, orang lain belum tentu suka sate. Maksudnya, seringkali kita berbicara tanpa memperhatikan latar belakang lawan bicara. Secara psikologis, makin tinggi ilmu seseorang, maka akan semakin sederhana bahasa yang dia gunakan. Untuk berbicara dengan orang lain, ada baiknya menggunakan bahasa yang tak terlalu "tinggi" agar apa yang menjadi maksud dapat tersampaikan dengan baik.
- Hindari perdebatan. Karena merasa diri kita yang benar, maka ketika muncul pembahasan yang tidak selaras dengan pemikiran kita, ego pun dinomorsatukan. Akibatnya timbul perdebatan, dan ini kerap menjadi bibit munculnya konflik sosial. Tahan diri, mengalahlah. Mengalah bukan berarti kalah.
Siapa sangka, hanya karena lidah, orang bisa saling bunuh? Tentu tidak mau itu terjadi, kan? Maka, bijaklah sedari dalam pikiran.
(Fadhil Nugroho Adi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar