Rabu, 15 Maret 2017

Mendengarkan untuk Menyamankan


Ada banyak hubungan pertemanan yang dilandasi oleh kesamaan visi, kesamaan cara pikir, maupun kesamaan selera. Biasanya diawali dengan 'riset' terselubung. Mulai dari melihat kebiasannya, mencermati tingkah lakunya, sampai ngepoin melalui sosial media atau teman terdekatnya.

Namun ada satu poin dari hubungan pertemanan yang terkadang diabaikan. Yakni, kesediaan dan kemampuan untuk mendengarkan. Tidak ada pertemanan di dunia ini yang tidak terbentuk dengan komunikasi. Untuk sekadar mengenal nama orang pun, pasti ada komunikasi barang dua-tiga kata.

Dari komunikasi itulah kemudian muncul pribadi-pribadi yang bersedia mendengar apa yang diutarakan lawan bicaranya. Ada yang mendengar sekadar mendengar. Ada yang mendengar tanpa menatap lawan bicara. Ada juga yang mendengarnya dengan seksama sampai berusaha mencarikan solusi dari permasalahan lawan bicara.

Pada dasarnya seluruh manusia di muka bumi senang diperhatikan. Demikian halnya dengan kesediaan untuk mendengarkan apa yang dikesahkan lawan bicara. Mereka, si lawan bicara, butuh menyandarkan segala apa yang dirasa kepada orang yang dianggapnya tepat. Ketika kemudian keluh kesahnya tertuju pada temannya, maka sudah seharusnya sang teman memberi waktu terbaik untuk mendengarkan.

Dengan meluapkan uneg-uneg ataupun kesedihan lainnya, seseorang tentu akan merasa lebih lega ketimbang memendamnya sendiri. Dan bagi sang teman, kesediaan untuk mendengarkan menempati posisi penting di sini. 

Lalu bagaimana caranya untuk mampu menjadi pendengar yang baik? Masing-masing orang  tentu memiliki cara tersendiri. Namun setidaknya langkah-langkah inilah yang saya terapkan. Dan hasilnya, begitu banyak kawan saya dari berbagai usia yang mempercayakan uneg-unegnya untuk disampaikan kepada saya.

  1. Hindari menyela pembicaraan. Seringkali ego untuk menyela pembicaraan merusak suasana. Biarkan lawan bicara mengeluarkan uneg-uneg , kesedihan, dan segala yang mengganjal di dalam hatinya tanpa disela. Biarkan dia terus berbicara, meski harus menangis sekalipun.
  2. Jangan menduakannya. Di era teknologi seperti sekarang, seperti yang saya tulis sebelumnya, banyak topik obrolan yang diduakan dengan gadget. Akibatnya, fokus untuk mendengarkan menjadi terpecah. Letakkan gadget barang beberapa menit, untuk menunjukkan bahwa, "oke, saya siap mendengarkanmu!"
  3. Tak perlu menjadi hakim. Ada satu kesalahan yang sering dilakukan tanpa sadar. Yaitu menghakimi lawan bicara. Menempatkannya pada situasi yang makin tersudut, Contoh, menyalahkan lawan bicara atas apa yang ia lakukan. Ingat, Anda dipilih sebagai tempat curhat karena ia yakin, Anda mampu memberi kenyamanan.
  4. Hapus teori-teori rumit. Sebetulnya, bahu yang Anda berikan bagi lawan bicara untuk bersandar sudah lebih dari cukup. Namun terkadang ia membutuhkan saran dari Anda atas apa yang ia tengah alami. Maka jauhi teori-teori yang justru membuatnya semakin terjebak tanpa solusi. Berilah saran-saran yang merangkul dengan melihat kapasitasnya. Ia membutuhkan praktik sesegera mungkin, bukan teori yang sulit untuk dia lakukan. Karena kita sedang menghadapi problema hidup dan bukan sedang mengerjakan soal-soal Ilmu Pasti.

Tidak sulit bukan, untuk menjadi pendengar yang baik? Mendengarkan lawan bicara dengan cara-cara yang saya tulis, semoga mampu memberikan kenyamanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar